Salin Artikel

Korupsi di Sarang Demokrasi

DEWASA ini ruang publik banjir isu. Mulai pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertubi-tubi, revisi UU KPK sampai ke seleksi pimpinan KPK yang ditengarai terdapat calon yang miskin integritas.

Belum lagi kepengapan atas insiden diduga berbasis rasial kasus Papua. Semuanya mengepung dan mengapitalisasi serta bermutasi menjadi persoalan kebangsaan.

Tentu berbagai cobaan atau mungkin petaka bukan tanpa sebab. Ada akar cukup panjang yang menyebabkan korupsi seakan menggila di rezim demokrasi.

Pendekatan hukum yang berkutat pada aturan dan pasal-pasal sangat tidak cukup. Perlu melihat konteks dan perspektif. Dengan begitu akar kerumitannya dapat diuraikan. Dengan jernih dan lebih progresif.

Peralihan Orba ke Reformasi

Kisah kerikil bangsa dimulai dari rezim Orde Baru (Orba). Tumbangnya pemerintahan Presiden Soekarno digantikan Presiden Soeharto membawa perubahan paradigma yang cukup keras.

Pertama, Orba diwarisi utang dan masalah ekonomi yang parah. Akibatnya revolusi kebijakan dilakukan Soeharto melalui trilogi pembangunannya (stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan). Hasilnya fantastis. Indonesia menjadi negara lebih makmur.

Kedua, untuk mempertahankan perekonomian yang membaik, stabilitas menjadi niscaya. Karena itu, demokrasi dan hak asasi manusia dibatasi agar kemakmuran dapat berkelanjutan.

Kedua hal itu melahirkan efek samping lain. Saat ekonomi membaik, tumbuh benalu. Terbentuk oligarki bisnis-politik melalui kebijakan negara membagi-bagikan lisensi perdagangan, kredit bank negara dan konsesi-konsesi kehutanan kepada kroni pengusaha di sekitar Soeharto.

Menurut Vedi R Hadiz, hubungannya bersifat simbiose di mana akses kepada perekonomian ditukar dengan dana-dana yang digunakan bagi tujuan-tujuan politik dan pribadi dari rezim Soeharto.

Soeharto sendiri mendirikan yayasan untuk mendanai Golkar dan investasi di bisnis pribadi keluarga Soeharto. Pelaku bisnis seperti Bob Hasan, Liem Sioe Liong dan lainnya terlibat dalam jejaring tersebut (Vedi R Hadiz, Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto,2005:119-120).

Pada 1997, rezim Soeharto runtuh. Oligarki bisnis-politik lama tercerai berat. Mereka harus bertransformasi diri di rezim reformasi di mana proses bisnis-politik semakin kompleks, melibatkan mediasi di partai politik, pemilihan umum dan parlemen yang menurut Vedi R Hadiz secara ideologis tidak koheren serta tidak kokoh.

Suasana kusam di atas menyebabkan—istilah Komarudin Hidayat—demokrasi kita dalam proses bunuh diri karena tidak disertai upaya penegakan hukum, etika moral, dan pemerataan pendidikan serta ekonomi.

Kita terjebak dalam demokrasi elektoral di mana masyarakat hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah pemilu menjadi urusan wakilnya yang lebih sering tidak nyambung dengan aspirasi konstituennya.

Dengan begitu, pasca-reformasi, oligarki politik dan ekonomi tetap dominan di bawah payung demokrasi.

Dengan terampil ia memasuki arena politik dan memengaruhi pembentukan produk hukum, seperti pada agenda revisi UU KPK yang ditengarai hendak melembagakan empat hal:

(1) keinginan pembentukan dewan pengawas KPK; (2) penyadapan dan penyitaan yang memerlukan izin dewan pengawas; (3) pemberian wewenang bagi KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan, dan (4) pengangkatan penyidik independen (Saldi Isra, 2016:130).

Kelompok ini ingin melemahkan KPK melalui seleksi calon pimpinan KPK, khususnya dugaan meloloskan calon bermasalah (tidak menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara).

Bagi kelompok ini, KPK sungguh merupakan ancaman. Operasi tangkap tangan (OTT) KPK menyentuh semua lapisan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang menunjukkan daya meluasnya korupsi.

Memangkas akar penyakit

Kepemimpinan Presiden Jokowi diuji.

Pertama, harus memastikan kabinet yang akan dibentuknya bersih dari korupsi.

Ini menjadi ujian di tengah partai politik yang belum profesional, yang pendanaannya dihidupi ketua umum partai dan elite-elite partai yang masuk lembaga negara, termasuk kementerian dan BUMN selama ini (Leo Agustino dan Indah Fitriani, 2017: 132).

Kedua, memastikan keselamatan KPK dengan menimbang ulang calon pimpinan KPK yang sudah diserahkan ke DPR yang diduga bermasalah sedari dini.

Ketiga, mengingat Presiden Jokowi bukan ketua partai, koalisi yang harus dilakukan presiden adalah dengan rakyat serta komponen masyarakat sipil yang menjunjung kebenaran dan penegakan hukum yang bersih.

Dipastikan jika tidak melakukan koalisi di atas, Presiden Jokowi akan tersandera dalam lalu lintas jaringan oligarki bisnis-politik yang sudah berkartel. Kebijakannya akan sarat konflik kepentingan.

Keempat, Presiden Jokowi harus berjihad. Berani mengambil sikap tidak populis. Memberikan keberpihakan terhadap penegakan hukum otentik. Tidak mudah dipengaruhi siapa pun yang akan mendorong percepatan kematian demokrasi.

Penulis masih optimistis Presiden Jokowi dapat keluar dari lingkaran oligarki dan kartel meski tak mudah.

Bagi penulis, ada baiknya Presiden Jokowi membuka ruang publik yang luas agar pemikiran-pemikiran rasionalitas komunikatif dalam konteks demokrasi deliberatif ala Habermas dapat hadir.

Dengan kebebasan, kesetaraan dan dialog-dialog partisipatif, Presiden Jokowi dituntut untuk lebih banyak mendengar suara publik, melibatkan publik, sembari merumuskan secara cermat kalkulasi-kalkulasi politik yang mengarah pada penguatan demokrasi dan negara hukum secara berkelanjutan.

Sinyal investasi RI disalip Vietnam harus dijadikan penanda oleh Presiden Jokowi untuk mengevaluasi persoalan oligarki bisnis-politik dan kartel sebagai bagian penghambat ekonomi, termasuk korupsi yang sudah meracuni denyut kehidupan negara.

Dengan demikian, kita tidak terjebak oleh simulasi tabir yang menutupi esensi. Dengan pemahaman akar masalah yang subtil dan detail, demokrasi dan negara hukum kita masih bisa diselamatkan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/09/09451821/korupsi-di-sarang-demokrasi

Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke