Informasi itu berasal dari pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada KPK.
"Informasi itu (capim KPK diduga pernah menerima gratifikasi) kita dapat bukan dari kasus, tapi ada pengaduan masyarakat yang kemudian kita klarifikasi," ujar Saut saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/8/2019).
Saut menjelaskan, melalui surat, masyarakat menyampaikan bahwa ada seseorang yang saat ini sedang menjalani seleksi sebagai capim KPK pernah menerima gratifikasi.
Sebelum melanjutkan laporan itu kepada Panitia Seleksi calon pimpinan KPK, penyidik KPK sempat mendalami laporan itu dengan mengklarifikasinya.
"Dari pengaduan itu, kemudian kami dalami dan klarifikasi kebenaran hal tersebut, baru kita berani memberikannya ke panitia seleksi calon pimpinan KPK saat ini," ujar Saut.
"Bahkan, kalau mau sedikit lebih detail, nama dia (capim diduga menerima gratifikasi) pernah disebut dalam kasus tertentu," lanjut dia.
Saut menolak menyebut siapa orang yang dimaksud dan perkara apa namanya disebut.
Tudingan KPK dan Jawaban Pansel
Sebelumnya, sebanyak 20 nama telah diumumkan Pansel Capim KPK yang lolos uji penilaian profil (profil assessment). Mereka adalah separuh dari jumlah kandidat yang mengikuti ujian profile assessment sebanyak 40 orang.
Dari nama-nama yang lolos, empat orang merupakan perwira polisi, tiga jaksa, dan seorang pensiunan jaksa. Adapun komisioner KPK 2015-2019 yang lolos profile assessment hanya Alexander Marwata. Satu komisioner lain, yakni Laode M Syarif, tidak lolos.
Seorang pegawai KPK juga dinyatakan lolos. Sepuluh calon lain yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Padahal, kata Febri, pihaknya sudah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak 40 peserta profile assessment ke Pansel Capim KPK.
"Misalnya, terkait ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, kemudian dugaan penerimaan gratifikasi, jadi kami menerima informasi adanya dugaan penerimaan gratifikasi terhadap yang bersangkutan," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/8/2019) malam.
Febri juga mengungkap ada calon yang diduga pernah menghambat kerja KPK, terjerat dugaan pelanggaran etik saat bertugas di KPK, dan temuan lainnya yang sudah disampaikan ke Pansel.
"Jadi sebelum keputusan 20 nama itu, KPK sudah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak, tapi calon-calon itu (yang diduga bermasalah) masih lolos dan kita lihat namanya pada 20 nama saat ini," ujar dia.
Anggota Panitia Seleksi calon pimpinan KPK Hendardi angkat bicara tudingan Febri itu.
Hendardi menegaskan, dalam seluruh tahapan seleksi, pansel menerima laporan rekam jejak dari berbagai pihak. Tidak hanya KPK, melainkan juga dari BNPT, BNN, Polri, PPATK, BIN, Direktorat Jenderal Pajak dan MA.
Bahkan, masyarakat sipil juga menjadi penyumbang laporan rekam jejak para capim.
Namun soal apakah laporan itu benar atau tidak, pansel kembali kepada proses hukum yang berlaku. Apakah capim yang dilaporkan itu sudah diadili dan dinyatakan bersalah atau tidak.
"Jadi, jika lembaga seperti KPK itu menyampaikan tracking, itu belum tentu semua memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum," ujar Hendardi dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/8/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/24/18111261/jubir-sebut-ada-capim-diduga-dapat-gratifikasi-saut-bukan-dari-kpk