Pemain tunggal putri Susi Susanti dan tunggal putra Alan Budikusuma saat itu sukses memenangkan turnamen dengan membawa dua medali emas sekaligus.
Harian Kompas 4 Agustus 1992 mengabarkan, setelah All England, Piala Thomas, dan Piala Uber, Indonesia berhasil memenangkan medali emas di ajang Olimpiade 1992.
Raihan ini adalah pencapaian spesial, sebab medali emas yang telah digenggam merupakan yang pertama setelah 40 tahun. Lebih lanjut, sejak keikutsertaan Indonesia dalam ajang Olimpiade Helsinki tahun 1952, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya akhirnya berkumandang di arena, meski tidak begitu lengkap.
Bahkan Lagu Indonesia Raya juga mengiringi tiga buah Bendera Merah Putih yang dikibarkan sekaligus saat upacara penghormatan pemenang.
Harian Kompas 5 Agustus mengabarkan, penghormatan ini diberikan kepada Alan sebagai pemenang pertama, Ardy di tempat kedua, serta Hermawan di posisi ketiga.
"Bisa naikkan satu bendera saja sudah luar biasa. Ini kita sekaligus tiga bendera dalam satu upacara penghormatan pemenang," ujar Try Sutrisno.
Para jawara lalu dikalungi bunga dan diarak dengan mobil terbuka di sepanjang jalan-jalan utama Kota Bandung. Dalam balutan seragam batik berwarna krem, mereka berdua melambaikan tangan ke arah para pelajar yang berdiri di sepanjang jalan seraya berteriak memangil nama kedua peraih emas itu.
Di Jawa Barat sendiri, Susi dianugerahi Putera Utama sementara Alan mendapat anugerah sebagai Warga Kehormatan Jawa Barat. Tak sampai di situ, di Jawa Timur, Alan juga mendapatkan penghargaan sebagai Warga Teladan Jatim 1992.
Harian Kompas, 19 Agustus 1992 menyebutkan, penghargaan bagi Alan ini merupakan yang pertama dalam sejarah. Sebelumnya belum ada peraturan atau keputusan mengenai pemberian gelar kehormatan ini.
Penghargaan juga diterima Susi dari Universitas Siliwangi (Unsil). Ia diangkat menjadi instruktur kehormatan bulu tangkis dari Universitas Siliwangi.
Susi juga mendapatkan penghargaan lain yakni dari Yayasan Unsil. Ia menyebut, pemberian penghargaan dari lembaga ini merupakan salah satu hal yang spesial. Sebab menurutnya, Universitas Siliwangi punya andil dalam menjadikannya pemain potensial.
Saat masih duduk di kelas VI, Susi mengikuti kejuaraan bulu tangkis Unsil Cup I untuk remaja dan keluar sebagai juara. Itulah titik awal karirnya hingga kemudian berjaya di Barcelona.
Seakan tak cukup, penghormatan atas prestasi kedua atlet tersebut juga diwujudkan dengan penghargaan khusus berupa peniti emas seberat masing-masing 10 gram dari almamaternya, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta.
Alan dan Susi tercatat sebagai mahasiswa Program Diploma 3 Manajemen Perbankan tahun 1990.
Peniti emas tersebut disematkan langsung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Akbar Tanjung di Gedung Partra Jasa.
Mungkin dari sederet bonus dan penghargaan yang diberikan tak ada yang lebih mewah dari tanda kehormatan Bintang Jasa Utama.
Pemberitaan Harian Kompas, 16 Agustus 1992 menyebutkan, pemerintah saat itu memberikan apresiasi dengan menganugerahkan penghargaan tersebut kepada Susi dan Alan.
Bahkan mereka berdua juga diundang untuk menghadiri acara Sidang di DPR RI. Saat berada dalam acara tersebut, Ketua DPR-MPR RI M. Kharis Suhud menyebutkan keberhasilan mereka berdua dan langsung meminta Alan serta Susi berdiri.
Saat berdiri, pasangan atlet itu langsung menjadi perhatian dan disambut oleh tepuk tangan para hadirin.
Selain penghargaan, keduanya juga diberi bonus khusus. Arsip Harian Kompas 15 Agustus 1992 menyebutkan, keduanya menerima porsi terbesar dari bonus Rp 2 miliar yang diberikan.
Masing-masing mendapatkan bonus sebesar Rp 450 juta. Bahkan Pemda Jabar beserta pengusaha setempat sendiri juga memberikan bonus tambahan sebesar Rp 255 juta.
Sebelum memenangkan medali emas, PBSI sebagai induk tertinggi organisasi bulu tangkis menjanjikan setiap pemenang mendapatkan bonus 25.000 dollar AS atau sekitar Rp 50 juta pada waktu itu.
Kemudian Majalah Bola juga menjanjikan setiap atlet Indonesia yang meraih juara utama akan mendapatkan bonus Rp 25 juta.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/07/15541631/mengenang-27-tahun-emas-pertama-olimpiade-bagi-indonesia