Salin Artikel

Berkaca dari Kasus Bupati Kudus, Mengapa Masih Ada Praktik Jual-Beli Jabatan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil atas dugaan praktik jual beli jabatan kepala daerah.

Angka dugaan gratifikasi mencapai Rp 250 juta. Diduga, ada dugaan suap oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kudus Akhmad Sofyan.

Menurut Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, praktik jual beli jabatan ini seolah biasa terjadi di tempat lain, namun belum terungkap secara keseluruhan.

Lantas, mengapa praktik jual beli jabatan masih "langgeng" hingga saat ini?

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya, Prof Dr Bagong Suyanto mengungkapkan, jabatan memang bisa bersifat transaksional.

"Politik jabatan hingga kini memang tidak gratis. Gratifikasi bisa berupa materi, bisa juga loyalitas. Intinya jabatan sifatnya transaksional," ujar Bagong saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/7/2019).

Ia mengatakan, praktik jual beli jabatan terjadi di banyak daerah dengan modus yang belum terungkap.

"Sepanjang menjabat tidak gratis, ya politik transaksional pasti tetap terjadi. Jual beli jabatan habitusnya akan subur ketika relasi antar orang asimetris," ujar Bagong.

Sementara, dosen Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Siti Zunariyah berpandangan, ada konsep pragmatisme yang menjadi dasar terhadap cara berpikir dan bertindak dari mereka yang melakukan praktik ini.

Menurut dia, cara berpikir dan bertindak pragmatisme berkaitan dengan mekanisme rekrutmen dan pencalonan pejabat yang cenderung bersifat administratif dan prosedural sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk meraih jabatan tersebut.

"Belum ada alat ukur yang tepat juga untuk menilai kelayakan seseorang untuk menjadi pejabat," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com secara terpisah.

Ia mengatakan, adanya tindakan jual beli jabatan muncul ketika ada situasi saling tumpang tindih sehingga menimbulkan suasana yang penuh ketidakpastian.

Selain itu, faktor tuntutan sosial juga berpengaruh apalagi ada praktik jual beli jabatan yang masih berlangsung hingga saat ini.

https://nasional.kompas.com/read/2019/07/29/20150001/berkaca-dari-kasus-bupati-kudus-mengapa-masih-ada-praktik-jual-beli-jabatan-

Terkini Lainnya

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke