Salin Artikel

Cerita Yusril di Balik Upayanya Membela HTI...

Pada Mei 2017, Yusril bersedia membela HTI yang kini dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah.

HTI dibubarkan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo karena dianggap anti-Pancasila.

Yusril dan timnya pun menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Yusril tetap mengawal gugatan HTI saat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Meski menjadi kuasa hukum, Yusril mengaku tidak sepakat akan ajaran ideologi HTI.

Konsep khilafah yang ia pahami tidak sejalan dengan konsep khilafah yang diyakini oleh organisasi tersebut.

Bagi Yusril, Presiden RI itu merupakan khalifah (pemimpin khilafah) sebagaimana yang dimaksudkan dalam ajaran Islam.

"Kalau dibilang politis ideologis, pikiran-pikiran HTI itu saya enggak setuju. Doktrinnya tentang khilafah beda sama saya," ujar Yusril dalam wawancara eksklusif dengan Kompas.com di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).

"Saya ketemu di sini sama Ismail Yusanto. Saya bilang saya enggak percaya sama khilafah yang dipahami oleh HTI itu, walaupun saya percaya khilafah itu bagian dari ajaran Islam itu ya, tetapi tafsirnya beda dengan dia," ucap Yusril.

Belajar dari Suroto dan Roem

Lantas, kenapa Yusril tetap membela HTI mesti tak setuju akan ideologi organisasi itu?

Menjadi seorang advokat, kata Yusril, harus sanggup membela siapa pun yang haknya dilanggar meski memiliki paham atau pandangan yang berbeda.

Prinsip itu ia dapatkan dari seorang advokat sekaligus anggota organisasi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Suroto Kartosudarmo.

Adapun Suroto pernah menjadi kuasa hukum Kartosoewirjo, tokoh Negara Islam Indonesia (NII).

Suroto menjadi pengacara Kartosoewirjo saat menjalani sidang di Pengadilan Mahkamah Militer dengan tuduhan hendak menjatuhkan pemerintah dan membunuh Presiden Soekarno.

Pengadilan akhirnya menyatakan Kartosoewirjo bersalah dan menjatuhkan vonis mati.

"Itu tahun 1963. Saya waktu itu umur 7 tahun. Jadi saya dengar siaran radio itu pengadilannya Kartosoewirjo," ucap Yusril.

Lagi-lagi, Suroto tampil menjadi kuasa hukum. Kali ini, ia membela orang-orang PKI yang menjadi terdakwa.

"Jadi yang diadilinya ini orang PKI, tetapi yang bela ini Suroto Kartosudarmo lagi. Aneh juga ini orang," kata Yusril.

Saat menjadi mahasiwa, Yusril sempat bertemu dengan Suroto di sebuah kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Lantas, Yusril bertanya kenapa saat itu Suroto mau menjadi pembela orang-orang PKI. Sebab, Suroto merupakan anggota organisasi yang berseberangan secara ideologi dengan PKI.

Suroto juga tercatat sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam bersama-sama dengan KH Samanhudi.

"Dia ketawa sama saya. Dia bilang, yang kita orang-orang Masyumi ini, musuh pun kita bela. Sepanjang kalau hak-haknya dizalimi. Kita sama orang PKI sampai mati kita berbenturan, tetapi kalau ada hak-hak orang PKI yang dizalimi, kita wajib membela hak-hak dia. Bukan berarti kita setuju dengan ideologinya PKI," kata Yusril meniru jawaban Suroto saat itu.

Sosok lain yang mengajari Yusril adalah seorang diplomat zaman Presiden Soekarno, yakni Mohammad Roem.

Menurut Yusril, Roem pernah membela Soekarno saat Sang Proklamator itu dikritik keras oleh seorang jurnalis, Rosihan Anwar.

Roem memberikan pembelaan terhadap Soekarno melalui artikel di surat kabar kendati Roem pernah dipenjara oleh Soekarno.

"Dia (Roem) bilang sejarah itu harus ditulis secara obyektif. Dengan Bung Karno saya (Roem) banyak beda pendapat sesudah 1949. Saya bahkan pernah dipenjarakan sama Bung Karno. Tapi saya enggak ada dendam," tutur Yusril.

Tak sepakat HTI dibubarkan

Prinsip untuk membela siapa pun yang dilanggar haknya tanpa memandang latarbelakang ideologi ini terus dipegang oleh Yusril hingga ia menjadi advokat.

Begitu juga saat ia memutuskan untuk membela HTI. Yusril menilai, Pemerintah RI telah melanggar hak HTI sebagai sebuah organisasi.

Perppu itu merevisi sejumlah norma yang ada di UU ormas, salah satunya pembubaran ormas tidak harus lewat jalur pengadilan.

Dengan demikian, Pemerintah bisa langsung membubarkan ormas yang melanggar aturan.

Yusril tidak sepakat dengan cara itu. Ia mengatakan, seharusnya hukum tidak digunakan sebagai instrumen untuk membubarkan sebuah organisasi.

"Jadi HTI itu dibubarkan dengan undang-undang yang sengaja dibikin untuk membubarkan dia. Itu sama seperti pembubaran Masyumi tahun 1960. Masyumi itu dibubarkan dengan Perpres yang sengaja untuk bubarin dia. Hukum itu bukan begitu," ujar Yusril.

"Hukum itu harus dibuat secara obyektif. Sudah ada lebih dulu baru kita bisa terapkan. Bukan kita bikin hukumnya baru kita bisa tangkap. Itu enggak benar cara seperti itu," ucap dia. 

https://nasional.kompas.com/read/2019/07/17/20332481/cerita-yusril-di-balik-upayanya-membela-hti

Terkini Lainnya

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke