Arief melayangkan teguran karena Ardy dinilai memberikan keterangan bermuatan politis dalam persidangan.
Dalam perkara ini, Partai Demokrat menjadi pihak terkait atas gugatan yang dimohonkan PDI Perjuangan untuk Pileg DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Barat.
Saat memberikan keterangannya, Ardy menuding, PDIP diuntungkan dalam pileg DPR RI karena sejumlah kadernya menempati jabatan kepala daerah di wilayah tersebut.
Ardy mengatakan, "Kabupaten Mamuju Utara bupatinya adalah Ketua DPD PDIP, kemudian (Bupati) Kabupaten Mamuju Tengah juga adalah ayah dari Anggota DPR RI nomor urut 3. Kemudian di Kabupaten Mamasa, bahwa...".
Tetapi, belum selesai memberikan keterangan, Arief memotong pernyataannya dengan memberikan tegusan, "begini, itu kan asumsi. Kan begini, yang namanya eksekutif belum tentu dia bisa mempengaruhi. Ini kan asumsi".
Mendengar teguran Arief, Ardy bersikukuh ingin melanjutkan keterangannya. Sebab, dalam dalilnya, PDI Perjuangan menyebut ada pelanggaran masif di Kabupaten Mamuju.
"Kami hanya mencoba menyampaikan fakta secara politis di sana," ujar Ardy.
Arief kemudian menegaskan bahwa pernyataan yang disampaikan dalam persidangan semestinya bukanlah hal politis, melainkan fakta hukum.
"Oh ya nggak bisa. Di sini kan penyelesaian hasil pemilu ini kan bukan politis, (tapi) hukum. Kalau yang direspons kayak begitu, itu kan tidak di sini," kata Arief.
Arief menyebut, keterangan yang disampaikan Demokrat tidak menjawab dalil PDIP.
MK, kata Arief, juga tidak akan pertimbangkan keterangan yang berkaitan dengan hal-hal politis.
"Jadi bukan masalah politis yang disampaikan di sini. Itu tidak ada artinya dan tidak akan menjadi pertimbangan oleh Mahkamah kalau yang politis kayak begitu," tegas Arief.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/16/20564491/hakim-mk-tegur-kuasa-hukum-demokrat-ini-sebabnya