Salin Artikel

Jelang Sidang Putusan MK

MAHKAMAH Kontitusi (MK) menjadwalkan untuk membacakan putusan sengketa hasil pilpres 2019 pada 27 Juni 2019.

Sidang pembacaan putusan ini dimajukan satu hari dari jadwal semula dengan alasan kesiapan majelis hakim untuk memutus sengketa yang dimohonkan oleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut.

Bisa jadi inilah momen yang paling dinanti oleh bangsa Indonesia sejak perhelatan pilpres yang dimulai Juli 2018 silam.

Langkah pasangan Prabowo-Sandi menggugat keputusan KPU yang memenangkan pasangan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, ke MK patut diapresiasi.

Langkah konstitusional ini pun diikuti sikap negarawan dari capres nomor urut 02 tersebut dengan mengimbau pendukungnya untuk tidak mendatangi MK dan bersikap dewasa menghadapi putusan MK.

Menjelang pembacaan putusan MK, kedua kubu yang berseteru dalam sengketa hasil pilpres, yakni BPN Prabowo-Sandi di satu kubu dan TKN Jokowi-Ma’ruf serta KPU di kubu lain, masih memegang teguh keyakinan masing-masing bahwa keputusan majelis hakim konstitusi akan menguntungkan pihaknya.

Sejak persidangan MK dimulai pada 14 Juni 2019 lalu, perdebatan antara kedua kubu seputar pembuktian dalil-dalil permohonan telah menyita perhatian publik.

Masing-masing kubu mengklaim saksi dan bukti yang mereka hadirkan di muka sidang mampu menguatkan ataupun membantah berbagai dalil terkait dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada pilpres.

Adapun kecurangan yang didalilkan oleh pihak pemohon antara lain penyelewengan APBN dan program kerja pemerintah; penyalahgunaan birokrasi, BUMN, kepolisian, dan intelijen; penggelembungan suara melalui DPT siluman yang jumlahnya mencapai 22 juta, serta kekacauan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU.

Status cawapres Ma’ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah tak luput dipermasalahkan dalam permohonan.

Apa yang mendasari keyakinan kedua kubu terhadap keputusan majelis hakim konstitusi akan dibahas mendalam pada talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (26/6/2019), yang disiarkan secara langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Perspektif kualitatif

Dalam berbagai argumentasi yang disampaikan sejauh ini, pihak pemohon berupaya membangun konstruksi hukum dengan sudut pandang kualitatif.

Menurut tim hukum Prabowo-Sandi selaku pihak pemohon, kecurangan TSM yang terjadi harus dilihat dari perspektif kualitatif sehingga penyelesaian secara kuantitatif (dengan menambah dan mengurangi hasil perolehan suara) tidak lagi relevan untuk memutus gugatan hasil pilpres.

Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, menggunakan istilah “Mahkamah Kalkulator” dan “old fashioned” untuk merujuk pendekatan kuantitatif tersebut.

Berangkat dari konstruksi hukum seperti ini, tim hukum Prabowo-Sandi berpendapat bahwa untuk memutus gugatan pilpres, Mahkamah Konstitusi tidak lagi dikungkung oleh batasan-batasan seperti yang diatur dalam hukum acara MK dan undang-undang demi mencari penyelesaian secara substantif.

Seperti diketahui, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa MK hanya berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilu.

Pandangan berbeda disampaikan tim hukum Jokowi-Ma’ruf. Selain menilai bahwa saksi dan bukti yang dihadirkan pemohon tak mampu membuktikan kecurangan yang didalilkan dan mampu dipatahkan, gugatan pihak pemohon yang lebih bersifat sengketa proses bukan merupakan ranah MK untuk menyelesaikannya seperti yang diatur dalam UU Pemilu.

Selain itu, tata cara penyelesaian sengketa tidak terlepas dari hukum acara MK yang telah ditetapkan. Tata cara pembuktian juga berpegang teguh pada azas “barangsiapa mendalilkan, maka ia harus membuktikan” seperti halnya pembuktian pada ranah hukum pidana.

Apa pun argumentasi dan pendapat para pihak yang bersengketa, keputusan akhir dikembalikan kepada majelis hakim konstitusi yang akan mendasari keputusan pada kesaksian dan bukti yang muncul di persidangan, serta keyakinan yang dimiliki.

Lobi-lobi politik

Jelang pembacaan putusan MK, elite politik melontarkan kemungkinan terjadinya tawaran-tawaran politik untuk mencapai rekonsiliasi. Hal ini dilontarkan oleh Sekjen PPP Arul Sani.

Bahkan, Arsul mengatakan bahwa Partai Gerindra, yang selama ini merupakan motor oposisi, pantas “ditawari” untuk bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

Panggung Satu Meja The Forum, Rabu (26/6/2019), turut membahas lobi-lobi politik yang terjadi di antara kedua koalisi serta peluang terjadinya rekonsiliasi antarkedua capres pascaputusan MK.

https://nasional.kompas.com/read/2019/06/26/14142931/jelang-sidang-putusan-mk

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke