Salah satu poin eksepsi yang disampaikan adalah anggapan bahwa transaksi suap sudah terjadi sebelum diketahui oleh Sofyan Basir. Kesepakatan suap tersebut antara Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Sebelum terdakwa bertemu dengan Eni dan Kotjo, menurut uraian surat dakwaan, tindak pidana suap sudah terjadi sepenuhnya atau sudah sempurna/selesai dilakukan," ujar pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo.
Menurut kuasa hukum, dari surat dakwaan dapat diketahui bahwa sebelum berbicara soal proyek PLTU Riau 1 dengan Sofyan, Eni sudah lebih dulu bertemu dengan Kotjo. Saat itu, Kotjo menjanjikan akan memberi uang atau fee dan sudah disetujui oleh Eni.
Soesilo mengatakan, uraian tersebut tidak sesuai dengan dakwaan terhadap Sofyan, yakni melanggar Pasal 56 ke 2 KUHP yang merupakan delik pembantuan. Jika mengikuti pasal tersebut, maka seharusnya Sofyan sudah ikut membantu sebelum tindak pidana terjadi.
"Jadi, antara uraian fakta dengan pasal dakwaan yang disampaikan penuntut umum di dalam surat dakwaan terdapat ketidakselarasan dan kekeliruan," kata Soesilo.
Sofyan didakwa telah memfasilitasi kesepakatan proyek PLTU Riau 1 meski mengetahui adanya transaksi suap.
Adapun, transaksi suap tersebut berupa pemberian uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/24/14595431/ajukan-eksepsi-pengacara-anggap-suap-terjadi-sebelum-diketahui-sofyan-basir