Salin Artikel

Menjawab Permohonan Baru Prabowo-Sandiaga yang Dinilai Tim 01 Penuh Asumsi...

Sejak awal, tim hukum 01 sudah melabeli perbaikan permohonan yang mereka jawab sebagai permohonan baru.

Alasannya, karena jumlah halamannya yang bertambah hampir lima kali lipat dari sebelumnya. Petitum dalam permohonan gugatan itu juga bertambah.

"Dengan tambahan jumlah halaman, perbaikan permohonan pemohon tidak lagi menjadi sekadar perbaikan, tapi telah berubah menjadi permohonan, baru," kata Ketua Tim Hukum 01, Yusril Ihza Mahendra, dalam sidang lanjutan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (18/6/2019).

Selain menamainya sebagai "permohonan baru", tim hukum 01 juga memberi label "dalil indikatif".

Alasannya, karena dalil-dalil yang ada dalam permohonan tersebut terkesan mengandung indikasi-indikasi.

Pengacara 01, I Wayan Sudirta mengatakan, kata-kata indikasi bahkan bertebaran dalam permohonan baru Prabowo-Sandiaga.

"Bahwa pada dasarnya dalil-dalil baru yang disampaikan pemohon merupakan dalil indikatif, di mana terbukti kata 'indikasi' digunakan sebanyak 44 kali dalam berkas yang dibacakan pemohon atau setidaknya 26 kali pada saat disampaikan dalam sidang pendahuluan," ujar I Wayan Sudirta.

Dengan adanya kata indikasi, Wayan berpendapat tim hukum Prabowo-Sandiaga juga tidak yakin dengan gugatannya.

Selain itu, menunjukkan bahwa tuduhan di dalamnya bersifat asumtif.

Meski demikian, dalam sidang lanjutan kemarin tim hukum Jokowi-Ma'ruf tetap menjawab permohonan baru yang dinilai penuh dalil indikatif itu.

Pasca-polemik perbaikan permohonan Prabowo-Sandiaga, Majelis Hakim memang telah mempersilakan termohon dan pihak terkait untuk menjawab mengacu versi permohonan apapun.

Nantinya, Majelis Hakim yang akan memutuskan di akhir persidangan.

Jawaban tim hukum 01

Semua dalil yang ada dalam permohonan Prabowo-Sandiaga dijawab oleh tim hukum 01 melalui dokumen setebal 78 halaman. Beberapa tuduhan langsung disebut asumtif oleh tim hukum 01.

Salah satunya adalah tuduhan ketidaknetralan aparat dalam Pilpres 2019.

Pengacara pasangan 01, I Wayan Sudirta mengatakan, tim hukum 02 tidak bisa menjelaskan secara spesifik mengenai waktu kejadian, bagaimana kejadiannya, siapa pelakunya, dan apa hubungannya dengan perolehan suara paslon.

"Bahwa dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugaan yang keliru dan tidak berdasar," ujar Wayan.

Demikian pula dengan tuduhan bahwa calon presiden nomor urut 01 Jokowi melanggar asas pemilu bebas dan rahasia dalam pemilu karena menyerukan pemilihnya memakai baju putih ke tempat pemungutan suara (TPS).

Menurut pengacara 01 lainnya, Luhut Pangaribuan, tidak ada kaitannya antara seruan memakai baju putih dengan hasil suara paslon.

"Sehingga dalil ini hanya asumsi dan perasaan pemohon semata yang tidak dapat ditemukan kebenaran faktualnya secara hukum. Dengan demikian patut bagi Mahkamah untuk mengenyampingkan dalil pemohon ini," kata Luhut.

Tak seharusnya diterima

Dengan argumen itu, tim hukum 01 pun berpendapat seharusnya permohonan gugatan Prabowo-Sandiaga tak diterima Mahkamah Konstitusi.

Bukan hanya karena berisi asumsi melainkan juga karena tak sesuai aturan hukum dan kewenangan MK.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan, salah satu kewenangan MK adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Oleh karena itu, seharusnya pokok permohonan dalam gugatan Prabowo-Sandiaga berisi tentang kesalahan hasil hitung yang ditetapkan pemohon.

"Pemohon dalam permohonannya tidak menerangkan tentang hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil dalam permohonan," ujar Yusril.

Tim hukum 02 malah fokus mendalilkan adanya dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Yusril mengatakan, pelanggaran TSM yang dimaksud juga tak bisa dibuktikan karena bersifat asumsi.

"Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif, sebagaimana disebutkan dalam dalil pemohon pada halaman 15 - 29," ujar Yusril.

"Yang mana dalil-dalil pemohon adalah merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden," tambah dia.

Di sisi lain, kata dia, Pasal 286 UU Pemilu menyebut bahwa pelanggaran terkait TSM dikenai sanksi administratif oleh Bawaslu.

Oleh karena itu, penyelesaian pelanggaran hukum TSM seperti isi gugatan 02 seharusnya bukan diselesaikan di MK.

Yusril mengatakan, Pasal 51 Peraturan MK Nomor 4 tahun 2018 mengatur bahwa permohonan tidak dapat diterima jika tidak beralasan menurut hukum.

"Bahwa berdasarkan uraian dan argumentasi yuridis di atas, sudah cukup kiranya alasan bagi Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia, untuk menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk mengadili Permohonan Pemohon, sehingga beralasan hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Yusril.

https://nasional.kompas.com/read/2019/06/19/07102501/menjawab-permohonan-baru-prabowo-sandiaga-yang-dinilai-tim-01-penuh-asumsi

Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke