"Ini kan efek yang diperkirakan bahwa pemilu kita begitu rumit. Kedua juga tentu antusiasme daripada masyarakat kita di luar itu naik dibanding 5 tahun lalu. Kedua, ini saking rumitnya, butuh waktu yang lama, setidaknya butuk waktu 12-15 menit untuk satu orang," ujar Kalla saat ditemui di Indonesia Convention Exhibition BSD, Tangerang Selatan, Senin (15/4/2019).
Kalla mengatakan, jika jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di luar negeri minim jumlahnya, maka akan menyulitkan para pemilih.
Sebab hal tersebut akan memunculkan penumpukan pemilih dan di sisi lain mereka dibatasi waktu untuk memilih.
Karena itu, ia meminta penyelenggara pemilu menambah waktu penyelenggaran di hari pencoblosan dengan lebih fleksibel.
"Kalau TPS-nya kurang, itu terjadi seperti kemarin di Australia, Kuala Lumpur. Karena TPS kurang, lama orang di bilik. Itu masih bagus di luar negeri, cuma empat (surat suara). Di kita lima, kertasnya kayak apa. Jadi tambah waktu. Ya harus fleksibel," lanjut dia.
Sebelumnya, ratusan WNI di Sydney "dipaksa" berstatus golput lantaran tidak diberikan kesempatan untuk mencoblos.
Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Heranudin mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membeludak.
Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Ilham Saputra menuturkan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Town Hall, Sydney, Australia, terkendala waktu penyewaan gedung.
"Sydney itu kan jam 6 sore ternyata masa menyewa Town Hall itu sampai jam 6 sore. Sehingga tidak bisa dilanjutkan. Karena memang sekali lagi, penutupan TPS jam 6," ujar Ilham saat dihubungi Kompas.com, Minggu (14/4/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/15/13052891/soal-kisruh-pemilu-di-luar-negeri-wapres-minta-panitia-fleksibel-tambah