Hal tersebut tampak pada survei yang dilakukan Litbang Kompas dan diterbitkan pada harian Kompas, Jumat 22 Maret 2019. Survei dilakukan terhadap 2.000 responden di 34 provinsi dengan margin of error +/- 2,2 persen.
Di kelompok pemilih pemula (Gen Z) dengan rentang usia di bawah 22 tahun, Sandiaga lebih banyak disukai dengan 50,6 persen. Sementara Ma'ruf Amin 30,1 persen.
Sisanya ada yang menjawab tidak ada, tidak tahu, tidak menjawab/rahsia.
Sementara di kelompok milenial muda (Gen Y) dengan usia 22-30 tahun, Sandiaga masih tetap disukai dengan 45,4 persen. Sementara Ma'ruf 35,5 persen.
Di kelompokk milenial tua (Gen Y) dengan suai 31-40 tahun juga demikian. Sandiaga masih tetap lebih diskusi dengan 41 persen. Sementara Ma'ruf 34,3 persen.
Sisanya ada yang menjawab tidak ada, tidak tahu, tidak menjawab/rahsia.
Sedangkan di kelompok gen X dengan usia 41-52 tahun, Sandiaga juga lebih diskusi meski hanya berjarak tipis dengan Ma'ruf. Sandiaga disukai 42,6 persen Gen X yang menjadi sampel, sementara Ma'ruf 38,1 persen.
Sisanya ada yang menjawab tidak ada, tidak tahu, tidak menjawab/rahasia.
Kesukaan terhadap Ma'ruf baru signifikan terasa di kelompok tua yakni Baby Boomers dengan rentang usia 53-71 tahun. Pada kelompok ini, Ma'ruf disukai 40 persen, sementara Sandiaga 34,1 persen.
Di kelompok usia yang lebih tua yakni di atas 71 tahun (silent gen), Ma'ruf pun kembali disukai dengan 61,5 persen. Sedangkan Sandiaga hanya 19,2 persen.
Sisanya ada yang menjawab tidak ada, tidak tahu, tidak menjawab/rahsia.
Hal yang terlihat berbeda juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan pemilih. Pendukung Sandi mayoritas berpendidikan menengah dan tinggi (65,8 persen). Sementara pendukung Amin terbanyak adalah berpendidikan menengah ke bawah (87,4 persen).
Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak melalui pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi di Indonesia, dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dan margin of error +/- 2,2 persen.
Peran cawapres
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, Kamis (21/3/2019), di Jakarta, menuturkan, meski bintang utama dalam panggung pilpres adalah capres, peran cawapres tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi jika cawapres tersebut telah memiliki basis pemilih dan spesialisasi isu spesifik.
Terkait hal itu, jika ingin mengejar capaian elektabilitas di masa kampanye yang tersisa, setiap paslon perlu berbagi peran mulai dari segmen pemilih, wilayah kampanye, hingga fokus isu. Dengan demikian, lebih banyak isu dan lapisan masyarakat yang bisa disentuh.
”Bagi peran ini khususnya dalam hal positioning paslon terhadap isu. Misalnya, di paslon 02, Sandi banyak bicara soal isu lapangan kerja, kewirausahaan, sementara di paslon 01, Amin bisa bicara spesifik soal pembangunan ekonomi syariah. Jadi, kuncinya pada pembagian peran dengan capres masing-masing,” ujarnya.
Peran cawapres yang masih bisa diperkuat ini tergambar dari hasil survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 dengan melibatkan 2.000 responden di 34 provinsi dengan margin of error +/- 2,2 persen.
Sebanyak 71,9 persen responden menyatakan memilih karena sosok calon presiden (capres). Sedangkan alasan memilih karena sosok cawapres masih relatif rendah, yakni 9,5 persen.
Survei juga menunjukkan ruang kontestasi di antara dua pasangan calon peserta Pemilihan Presiden 2019 itu kini semakin menyempit.
Elektabilitas pasangan calon (paslon) Joko Widodo-Ma’ruf Amin kini 49,2 persen, berselisih 11,8 persen dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang elektabilitasnya 37,4 persen. Pada survei Oktober 2018, selisih elektabilitas kedua pasangan adalah 19,9 persen.
Catatan redaksi:
Survei ini sudah tayang pada Harian Kompas, Jumat, 22 Maret 2019 dengan judul "Cawapres Ikut Menentukan".
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/22/07365251/survei-litbang-kompas-sandiaga-kuasai-pemilih-milenial-maruf-berjaya-di