Salin Artikel

Tangkap Dosen UNJ Robertus Robet, Aparat Dinilai Sewenang-wenang

Robertus ditangkap polisi pada Kamis (7/3/2019) dini hari atas dugaan pelanggaran Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Penetapan RR sebagai tersangka dan penangkapan terhadapnya adalah bentuk kesewenang-wenangan. Apabila diteruskan, ini akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegakan hukum," ujar Miko melalui keterangan tertulis, Kamis (7/3/2019).

Ia menilai, penangkapan tersebut tidak berdasar dan tidak manusiawi.

Menurut Miko, mengacu pada KUHAP, penangkapan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan.

Dalam kasus Robet, kata dia, tidak ada kepentingan pemeriksaan yang mendesak sebagai dasar penangkapan tersebut.

"Tidak ada satu pun kepentingan pemeriksaan yang mendesak untuk dilakukan pada tengah malam dan tindakan ini cenderung tidak manusiawi," ujar Miko.

Selain itu, Miko berpendapat, pasal yang digunakan untuk menjerat Robertus terkesan dipaksakan.

Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE mengatur tentang ujaran kebencian berbasis SARA. Miko menilai, orasi yang disampaikan Robertus Robet tak menyinggung SARA.

Menurut dia, Robertus juga tidak memenuhi unsur penyebaran berita atau informasi, seperti yang diatur dalam pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946.

Miko mengatakan, Robertus Robet tidak melakukan penghinaan secara sengaja terhadap penguasa dan badan hukum, seperti yang tertuang dalam Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Apalagi, lanjut dia, kata "ABRI" telah dihapus dan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pasal tersebut merupakan delik aduan.

"Perlu diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022 yang menyatakan bahwa 'penuntutan terhadap Pasal 207 ke depan seharusnya dilakukan dengan berdasar pada delik aduan'" jelas dia.

"Dengan demikian, 'pihak yang merasa dihina' dalam delik itu sudah hilang dengan sendirinya dan pasal ini tidak tepat sama sekali diterapkan," lanjut Miko.

Seharusnya, Miko berpandangan, aparat kepolisian memberikan perlindungan.

"Kepolisian seharusnya bisa menunjukkan peran dalam memberikan perlindungan terhadap RR dan keluarganya, alih-alih memproses RR dengan delik yang sama sekali tidak tepat dan tidak berdasar," kata Miko.

Robertus ditangkap karena diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.

Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.

Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.

Sementara itu, melalui sebuah video, Robet telah memberikan klarifikasi atas orasinya itu.

Pertama, Robet menegaskan bahwa lagu itu bukan dibuat oleh dirinya, melainkan lagu yang populer di kalangan gerakan mahasiswa pada 1998.

Lagu itu dimaksudkan sebagai kritik yang ia lontarkan terhadap ABRI di masa lampau, bukan TNI di masa kini.

Ia juga mengatakan, lagu itu tidak dimaksudkan untuk menghina profesi dan institusi TNI.

"Sebagai dosen saya tahu persis upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI dan dalam banyak kesempatan saya justru memuji reformasi TNI sebagai reformasi yang berjalan paling maju," ujar Robet.

https://nasional.kompas.com/read/2019/03/07/13233701/tangkap-dosen-unj-robertus-robet-aparat-dinilai-sewenang-wenang

Terkini Lainnya

Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke