Meski tak akan menjadi pemohon uji materi, KPU mempersilakan jika ada pihak lain yang berupaya untuk mengajukan uji materi.
"KPU sudah membahas kemarin, opsi judicial review tidak KPU lakukan (sebagai pemohon), tapi mungkin dari pihak lain," kata Komisioner KPU Viryan Azis di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
KPU enggan menjadi pemohon uji materi lantaran masih mempertimbangkan opsi lain untuk menyelesaikan persoalan kekurangan surat suara untuk pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Lagipula, KPU menilai, masyarakat yang tercatat sebagai pemilih DPTb justru yang punya legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi.
"Kementerian/lembaga, warga negara kan juga punya hak untuk melakukan judicial review. Tapi kemudian nanti terkait dengan legal standing, kemudian juga ada hal-hal teknis lainnya yang juga perlu jadi pertimbangan kami," ujar Viryan.
Menurut Viryan, uji materi bisa dilakukan dalam waktu yang cepat. Pernah terjadi, uji materi dilakukan jelang Pemilu 2009. Saat itu, uji materi diselesaikan dalam waktu 2-3 hari.
Jika uji materi dilakukan, maka Pasal yang akan diuji di antaranya Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tersebut mengatur soal jumlah surat suara pemilu yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.
Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.
Pasal ini dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.
Viryan menambahkan, KPU tak merekomendasikan opsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Sebab, proses ini justru membutuhkan waktu yang lebih lama.
"Kalau Perppu kan nanti setelah Perppu keluar harus dibawa ke DPR, nanti dibahas, bisa diterima bisa ditolak," katanya.
Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) terancam tak bisa gunakan hak pilihnya.
Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.
KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.
Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/26/16234931/kpu-tak-mau-jadi-pemohon-uji-materi-aturan-pencetakan-surat-suara