KOMPAS.com – Angka keberadaan sirkus yang melibatkan hewan di Indonesia sudah menurun sejak dua tahun terakhir. Sirkus ini meliputi sirkus perjalanan maupun sirkus di kebun binatang dan sejenisnya.
Hal ini dikemukakan oleh Direktur Investigasi Scorpion Wildlife Monitoring Group, Marison Guciano saat terhubung dengan Kompas.com, Kamis (21/2/2019) malam.
Menurut Marison, saat ini, tersisa dua pengelola sirkus hewan di Indonesia yang masih aktif beroperasi.
Sejumlah sirkus berhenti beroperasi dan memperbaiki pertunjukannya karena ada desakan dari masyarakat yang mulai menyadari soal kesejahteraan hewan, terlebih hewan-hewan yang berstatus dilindungi.
"Mereka (penyelenggara sirkus) akhirnya menghentikan sirkus atau peragaan binatang karena tertekan, setelah banyak email masuk menuntut menghentikan pelibatan hewan di pertunjukan-pertunjukannya,” kata Marison.
Saat ini, banyak sirkus yang sudah menggganti hewan dengan pertunjukan lain seperti barongsai atau sirkus yang seutuhnya dilakukan oleh manusia. Meskipun, tidak dapat dipungkiri bahwa pelibatan hewan masih terjadi di sana-sini.
Mereka berdalih melakukan peragaan dan edukasi, bukan sirkus yang mengeksploitasi hewan.
Untungnya, seiring berjalanan waktu, kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan hewan mulai meningkat. Sehingga mereka enggan mendatangi sirkus hewan, apalagi mengajak serta buah hatinya.
Desakan dan sikap yang ditunjukkan masyarakat ini, muncul dari banyaknya kampanye yang dilakukan oleh para aktivis perlindungan hewan, baik secara online di media sosial, maupun offline.
“Kami unggah video-video penyiksaan terhadap hewan di media sosial. Dan sekarang unggahan semacam itu mendapat respons dengan sangat cepat, masyarakat banyak yang menyebarkan ulang konten itu,” ujar Marison.
Ia mencontohkan beberapa kasus yang pernah diangkat, misalnya video seekor singa di salah satu lokasi, yang diduga diberi obat bius agar bisa diajak berfoto oleh pengunjung.
Singa tetap diajak berfoto oleh pengunjung meski tubuh singa terlihat lemas. Saking lemasnya, pelatih terlihat mengangkat kepala si singa agar kembali tegap dan menghadap kamera untuk melanjutkan foto bersama pengunjung.
Hewan-hewan ini menjadi komoditas bisnis bagi beberapa pihak. pengelola abai dengan apa saja kebutuhan yang harus dimiliki oleh seekor satwa liar.
“Hewan itu tidak hanya butuh makan, mereka butuh lingkungan aslinya untuk hidup dan berkembang. Jadi jangan pikir ketika hewan di kebun binatang atau sirkus terlihat gemuk, dia sudah sejahtera. Tidak,” ujar Marison.
Hal ini juga yang Marison harapkan agar masyarakat mengerti. Tubuh yang terlihat gemuk bukan berarti hewan sejahtera karena diberi cukup makan. Lihatlah sisi yang lain, mereka hidup dalam kerangkeng besi, lingkungan tinggal yang terbatas secara ruang dan ekosistem, belum lagi lalu lalang manusia yang datang berkunjung.
“Hewan-hewan itu stres. Contoh, beruang madu ya, mereka biasa makan serangga yang didapat dari mencakar-cakar tanah," kata Marison.
"Tapi di kebun binatang tanahnya terbuat dari semen. Beruang biasa manjat pohon, di kandang enggak ada pohon. Kalau melihat beruang jalan mondar-mandir dalam jarak dekat, itu tandanya mereka stres,” tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/22/10594221/jumlah-sirkus-hewan-di-indonesia-menurun-karena-desakan-masyarakat