Pengibaran bendera Belanda memicu kemarahan rakyat Indonesia, karena para tokoh bangsa baru saja memproklamasikan kemerdekaan. Akibatnya, terjadilah perang sengit antara tentara Sekutu dengan Tentara Keamanan Rakyat dan laskar rakyat di wilayah Semarang.
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang saat itu masih berpangkat kolonel turun tangan langsung dan memimpin pasukan. Pertempuran yang dikenal dengan Palagan Ambarawa ini menjadi bukti kuatnya pasukan TKR dan laskar rakyat di Indonesia.
Puncaknya, pada 15 Desember 1945 Indonesia mampu mengusir Tentara Sekutu dari Ambarawa. Dilansir dari Harian Kompas terbitan 9 Desember 1967, setiap tanggal 15 Desember pun diperingati sebagai Hari Infanteri.
Peringatan itu berdasarkan pada perjuangan dan kemenangan pasukan infanteri terhadap pasukan Sekutu.
Peristiwa itu penting karena memberikan pengaruh besar terhadap perjuangan lain. Perjuangan ini mampu menanamkan rasa percaya akan kekuatan Indonesia untuk berjuang sampai darah penghabisan.
Selain itu, hadirnya Kolonel Sudirman dalam pertempuran itu secara langsung memberikan suntikan semangat dan komando dalam berjuang.
Monumen Palagan Ambarawa
Karena dampak yang ditimbulkan dalam pertempuran di Ambarawa dianggap signifikan dalam berbagai aspek, maka Presiden kedua RI Soeharto membangun sebuah monumen untuk memperingati peristiwa bersejarah itu.
Dilansir dari Harian Kompas terbitan 16 Desember 1974, Soeharto memganggap pertempuran empat malam pada 11-15 Desember 1945 merupakan lembaran istimewa dalam sejarah bangsa.
Monumen yang berdiri digunakan untuk mengingat memori kolektif bangsa pada generasi berikutnya. Tepat pada 15 Desember 1974, monumen yang berada areal tanah seluas 35.600 meter persegi di Ambarawa diresmikan Soeharto.
Dalam Monumen Palagan Ambarawa terdapat patung Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto dan patung pahlawan lain ketika berjuang dalam pertempuran itu. Terdapat juga patung Letkol Isdiman selaku komandan resimen yang gugur dalam pertempuran.
Baret hijau lambang infanteri
Pertempuran Ambarawa menjadi simbol penetapan Hari Infanteri yang bertepatan pada 15 Desember. Setelah pembangunan Monumen Palagan Ambarawa, TNI juga menetapkan ciri khas Infanteri.
Dilansir Harian Kompas terbitan 17 Desember 1994, bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-49 korps Infanteri, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ketika itu, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar meresmikan penggunaan baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri.
Penggunaan baret hijau ini berlaku di seluruh jajaran satuan Infanteri Komando Daerah Militer (Kodam) di wilayah Indonesia.
Pemakaian baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri, bukan sekadar pelengkap atribut prajurit yang tidak mengandung makna. Tapi, ini merupakan lambang kebanggaan yang akan melahirkan dedikasi dan motivasi juang yang tangguh, kebersamaan serta ikatan yang kukuh bagi setiap prajurit Infanteri.
Sampai sekarang prajurit Infanteri dikenali dengan warna baretnya berwarna hijau. Hanya Pasukan Infanteri Marinir TNI AL yang menggunakan baret berwarna ungu.
Dalam perkembangannya, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163/1999, Hari Infanteri kemudian diganti dengan nama Hari Juang Kartika.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/15/13101761/monumen-palagan-ambarawa-dan-baret-hijau-infanteri