Hal itu merupakan salah satu poin yang disampaikan dalam Catatan Hari Hak Asasi Manusia (Cahaham) 2018, yang dirilis bertepatan dengan peringatan Hari HAM Internasional 10 Desember.
"Situasi ini dalam pantauan kami bukan memberikan atau menempatkan HAM sebagai agenda utama tapi sebaliknya, agenda HAM justru semakin mundur di tengah situasi kontestasi politik elektoral," ujar Koordinator Kontras Yati Andriyani saat konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin (10/12/2018).
Yati menjelaskan, persoalan HAM tidak diperbincangkan atau tidak menjadi sebuah ukuran, baik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dan persiapan kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Sebaliknya, HAM justru dibicarakan dengan tujuan untuk menyerang lawan politik.
"Dalam kontestasi politik, baik pilkada maupun persiapan pilpres, agenda HAM sama sekali tidak dijadikan ukuran, parameter. Kalaupun pun muncul, tidak lebih sebagai alat serang antara dua kubu," jelas dia.
Yati pun mengambil contoh dalam kontestasi pilpres mendatang. Ia menyinggung bahwa isu HAM digunakan satu kubu untuk mengatakan lawannya memiliki keterkaitan dalam kasus pelanggaran HAM.
Selain itu, isu HAM dikatakannya juga dimanfaatkan untuk mendongkrak suara oleh salah satu kubu.
"Misalkan kubu yang satu menyebut kubu yang satu adalah pelanggar HAM, kemudian kubu yang satu menyatakan akan menyelesaikan tapi sebetulnya itu hanya gimmick untuk mendapatkan dukungan politik untuk kontestasi berikutnya," ungkapnya.
Menurutnya, pembicaraan yang ada seharusnya bersifat substantif, dengan mencari jalan penyelesaian persoalan HAM serta pemenuhan hak-hak seseorang.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/10/18082861/kontras-dalam-kontestasi-politik-isu-ham-dipakai-jadi-gimmick-untuk-dongkrak