Rekaman video pidato itu viral karena pada salah satu bagian Prabowo menyebutkan kata-kata "tampang Boyolali".
Dalam pidatonya, Prabowo menyebutkan bahwa Jakarta dipenuhi gedung menjulang tinggi dan hotel-hotel mewah.
Ia menyebutkan beberapa hotel berbintang di Ibu Kota. Namun, ia yakin warga Boyolali tidak pernah menginjakkan kaki di hotel mewah itu.
"Tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk ke hotel-hotel tersebut. Betul?” tanya Prabowo.
“Betul,” jawab mereka yang hadir di acara itu.
"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian, ya tampang Boyolali ini, betul?” kata Prabowo lagi.
Demo dan dilaporkan ke polisi
Dampak dari pernyataan itu, seorang pria kelahiran Boyolali bernama Dakun melaporkan Prabowo ke Polda Metro Jaya.
Dia mengatakan, ucapan Prabowo telah menyinggung warga Boyolali.
"Saya asli dari Boyolali. Kami merasa tersinggung dengan ucapan Prabowo bahwa masyarakat Boyolali itu kalau masuk mal atau masuk hotel itu diusir karena tampangnya itu tampang Boyolali," kata Dakun.
Sementara itu, di Boyolali, ribuan warga memadati Balai Sidang Mahesa Boyolali, Minggu (4/11/2018).
Mereka memprotes pernyataan Prabowo karena pernyataan itu dianggap merendahkan martabat warga Boyolali.
Warga melakukan aksi konvoi di jalan menggunakan sepeda motor sambil membawa spanduk #SaveTampangBoyolali.
Bahkan, warga turut mengarak bendera merah putih raksasa berukuran 50x10 meter keliling jalan untuk menunjukkan warga Boyolali adalah warga Indonesia.
Dinilai dipolitisasi
Atas semua keributan itu, para politisi pendukung Prabowo-Sandiaga pun angkat bicara.
Sekjen Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno menilai, ucapan Prabowo telah dipolitisasi.
Eddy khawatir segala ucapan Prabowo akan selalu ditanggapi secara politis.
"Saya prihatin segala sesuatu yang diucapkan itu rawan untuk dipolitisir. Coba kita ber-khuznudzon, berprasangka baik atas setiap kata dan tutur yang diucapkan," ujar Eddy.
Padahal, Prabowo tidak bermaksud mendiskriminasi warga Boyolali. Prabowo juga tidak bermaksud mengejek atau merendahkan mereka.
Namun, pernyataan itu menjadi polemik karena ada pihak yang memolitisasi.
"Kita, kan, sering dengar istilah ndeso dan lain-lain. Saya kira itu bukan berarti kita merendahkan seseorang atau pihak tertentu atau kelompok tertentu. Tidak ada sama sekali," ujar Eddy.
Sementara itu, juru bicara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Faldo Maldini, berharap agar istilah "tampang Boyolali" tidak dipelintir maknanya.
"Saya berharap isu ini mengarah ke substansi, kenapa kesejahteraan pedesaan gagal terangkat? Jangan dipelintir untuk memancing kebencian. Siapa pun yang menang, warga harus jadi yang paling untung," kata Faldo.
Prabowo bingung
Prabowo pun mengaku bingung atas polemik yang muncul atas pernyataannya.
Menurut dia, gurauannya sering kali dipermasalahkan.
Saat menghadiri deklarasi dukungan Komando Ulama Pemenangan Prabowo Sandiaga (Kopassandi), Minggu (4/11/2018), di Lapangan Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, Prabowo berseloroh harus berhati-hati berbicara di depan massa karena banyak kamera televisi yang merekamnya.
Ia pun bercerita tentang pernyataan-pernyataannya yang dipersoalkan.
"Saya baru keliling kabupaten-kabupaten di Jateng dan Jatim. Mungkin Saudara monitor. Saya juga bingung, kalau saya bercanda dipersoalkan. Kalau saya begini dipersoalkan, begitu dipersoalkan," ujar Prabowo.
Dia tidak menyebut gurauan mana yang ia maksud. Apakah terkait polemik "Tampang Boyolali" yang ramai saat ini.
Namun, ia memahami bahwa keramaian seperti ini lumrah terjadi dalam tahun politik.
"Saya tahu, tapi ini adalah politik. Ini adalah musim politik," kata Prabowo.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/05/06322131/polemik-tampang-boyolali-yang-berbuntut-panjang