Menurut Almas, praktik koruptif massal tersebut menunjukkan belum ada pembenahan serius untuk mencegah korupsi di parlemen.
“Kalau kita melihat korupsi massal di DPRD ini polanya sama saja di berbagai daerah. Ada keterlibatan kepala daerah, ada keterlibatan birokrasi dan kemudian dari DPRD,” ujar Almas saat diskusi dengan tema "Mengapa DPRD Korupsi Beramai-ramai?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (15/9/2018?).
Almas menuturkan, untuk mencegah atau memberantas korupsi di legislatif tidak cukup dengan penindakan aparat penegak hukum.
Pembenahan sistem perlu dilakukan. Selain itu, yang paling penting adalah pembenahan di internal parpol.
“Monitoring dan evaluasi anggota legislatif kader dari parpol itu sendiri,” kata Almas.
Menurut Almas, pembenahan sistem partai politik untuk lebih transparan dan akuntabel sangat penting.
Namun, kata Almas, yang lebih penting adalah sikap dari politisi untuk mengubah dirinya dengan tidak mengedepankan sifat-sifat transaksional dan pragmatisme.
“Bagaimana partai politik, politisi untuk memenangkan. Pemilu sebenarnya yang membuat mahal adalah cara yang tidak perlu dilakukan untuk pemilu itu sendiri, misalnya di pemilu kepala daerah yang mahal itu mahar politik,” kata Almas.
“Mahar mahal politik itu yang mahal, puluhan sampai ratusan miliar, kemudian juga politik uang jual beli suara,” sambung Almas.
Sebanyak 41 orang dari total 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015.
Mereka sudah diganti oleh masing-masing parpol.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/15/11114121/berkaca-kasus-dprd-kota-malang-parpol-diminta-serius-benahi-internal