Salin Artikel

KPU dan Bawaslu Harus Segera Buat Kesepakatan Bersama soal Caleg Eks Koruptor

Hak itu dikatakan Titi menanggapi mantan koruptor yang lolos sebagai bakal caleg dalam Pemilu 2019 mendatang.

“Bagaimanapun kalau polemik ini terus berlanjut, akan sangat menguras energi penyelenggara, yang akhirnya bisa mengganggu kerja-kerja teknis penyelenggaraan, karena KPU dan Bawaslu harus tersita waktu, pikiran, dan juga tenaganya mengurusi kisruh ini,” saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/9/2018).

Titi menuturkan, sebagai dua lembaga yang bergabung dalam satu institusi penyelenggara pemilu, mestinya KPU dan Bawaslu bisa secara sinkron dan harmonis melaksanakan berbagai kesepahaman dalam tugas dan kewenangannya.

“Bukan malah saling menegasikan atau memiliki perbedaan pandangan terkait dengan jalannya tugas dan kewenangan masing-masing lembaga,” kata Titi.

Diketahui, KPU menyatakan mantan napi korupsi tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai bacaleg lantaran berpedoman pada Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 yang melarang mantan napi korupsi maju sebagai calon wakil rakyat.

Tetapi, di sisi lain, Bawaslu justru meloloskan mantan napi korupsi tersebut melalui sidang sengketa, lantaran berpedoman pada Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang tidak memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.

KPU, kata Titi, sebagai lembaga yang melaksanakan seluruh tahapan penyelenggara pemilu bertanggung jawab pada jalannya seluruh tahapan pemilu 2019.

Sementara Bawaslu, kata Titi, sebagai lembaga yang mengawasi jalannya pelaksanaan tahapan pemilu, penanganan laporan, pelanggaran pemilu, serta penyelesaian sengketa pemilu.

“Kesepahaman ini bisa dibangun kalau kedua belah pihak punya itikad baik, pertama saling menghormati tugas kewenangan dari masing-masing lembaga,” kata Titi.

Kedua, lanjut Titi, membangun komunikasi dan diskusi dua arah yang intensif antara KPU dan Bawaslu guna menghindari benturan penafsiran ataupun perbedaan pandangan.

“Komunikasi yang intensif perlu dibangun dalam sebuah code of conduct atau produk komunikasi yang disepakati diantara KPU, Bawaslu, dan DKPP,”tutur Titi.

Menurut Titi, kode etik bisa menjadi pegangan, tetapi belum bisa menjangkau secara rinci hal-hal teknis yang perlu dibangun diantara tiga lembaga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP).

Terakhir, kata Titi, KPU dan Bawaslu tidak harus sepaham di dalam melihat pelaksanaan tahapan pemilu, tetapi ketidaksepahaman itu harus diimplementasikan sejalan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tanpa menegasikan otoritas masing-masing lembaga.

“Bawaslu harus menghormati secara proposional peraturan yang dibuat KPU. Demikian KPU terhadap peraturan Bawaslu dan juga peraturan DKPP,” kata Titi.

Titi menuturkan, bila ada ketidaksetujuan atau perbedaan pandangan pemahaman harus diselesaikan dengan jalan keluarnya melalui prosedur hukum.

Dan bukan melahirkan kegaduhan diantara lembaga penyelenggara pemilu tersebut.

“Lembaga penyelenggara pemilu ini malah berkompetisi dan keinginan menunjukkan eksistensinya masing-masing justru sinkronisasi dan harmonisasi dalam pelaksanaaan tugas menjadi penting, agar mereka bisa memastikan proses pemilu berjalan luber jurdil, dan demokrasi,”tutur Titi.

https://nasional.kompas.com/read/2018/09/13/12584981/kpu-dan-bawaslu-harus-segera-buat-kesepakatan-bersama-soal-caleg-eks

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke