Dua lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bersikukuh pada pandangannya masing-masing dalam menyikapi bacaleg eks koruptor tersebut.
KPU berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.
Sementara, Bawaslu berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang tak memuat larangan soal itu.
Atas perbedaan tersebut, belasan bacaleg mantan narapidana korupsi yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU pada saat pendaftaran, justru dinyatakan memenuhi syarat (MS) oleh Bawaslu melalui sidang sengketa.
Namun, atas putusan Bawaslu itu, KPU memilih melakukan penundaan, tak langsung melaksanakan putusan itu.
Ada pandangan, putusan uji materi (judicial review) Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU bisa menjadi jalan tengah untuk mengakhiri polemik ini.
Akan tetapi, saat ini MA menunda sementara uji materi terhadap PKPU. Alasannya, Undang-Undang Pemilu yang menjadi acuan PKPU juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain menantikan hasil putusan uji materi MA terhadap PKPU, sejumlah pihak menyebut ada sejumlah solusi yang bisa dilakukan untuk mengakhiri polemik ini.
Berikut pendapat beberapa pakar yang dirangkum oleh Kompas.com:
Sembari menunggu, Mahfud menyarankan KPU mengabaikan saja putusan Bawaslu yang meloloskan eks koruptor sebagai caleg.
"Menurut saya, yang keputusan Bawaslu itu harus diabaikan. Kita nunggu putusan MA terhadap judicial review, karena PKPU itu sudah sah diundangkan, dan sesuatu yang sah diundangkan itu mengikat kecuali dicabut oleh MA," kata Mahfud di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Hal itu dikatakan Komisioner KPU, Viryan Azis, Rabu (5/9/2018).
Selain itu, soal komitmen partai terhadap pakta integritas yang telah mereka tanda tangani, yang bunyinya tidak akan mencalonkan bacaleg mantan narapidana korupsi.
Dalam surat tersebut, KPU akan meminta partai politik untuk menegakkan pakta integritas yang telah mereka tandatangani sebelum masa pencalonan legislatif.
Menurut Viryan, pakta integritas dalam hal ini bertindak sebagai regulasi, bukan lagi komitmen. Sehingga harus dipatuhi.
Menurut Busyro, dalam hal ini seharusnya partai menarik mundur bacalegnya yang merupakan mantan napi korupsi yang diloloskan Bawaslu.
"Parpol harus menarik (bacalegnya) atau menjaga sikapnya sesuai dengan pakta integritas," kata Busyro usai Diskusi Publik Pemilu Berintegritas di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018).
Busyro mengatakan, meskipun Bawaslu mengeluarkan putusan meloloskan bacaleg mantan napi korupsi, tapi, jika parpol menarik bacalegnya, maka tidak akan ada bacaleg mantan napi korupsi yang maju ke Pemilu 2019.
Dalam hal ini partai politiklah yang punya kewenangan otoritatif.
Ia mengusulkan kepada bacaleg mantan narapi korupsi untuk mengajukan gugatan ke PTUN supaya mendapat kepastian hukum mengenai status pencalonannya.
Jika bacaleg mengajukan gugatan ke PTUN, maka yang menjadi materi gugatan adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan dirinya tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai bacaleg lantaran berstatus sebagai mantan narapi korupsi.
Oleh karena itu, putusan PTUN tersebut berlaku bagi bacaleg perseorangan.
Veri menjelaskan, putusan PTUN berlaku selama belum ada putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU (PKPU) yang memuat larangan mantan napi korupsi nyaleg.
Sebaliknya, jika gugatan telah sampai ke PTUN tetapi belum diputuskan dan putusan MA terhadap PKPU sudah keluar, maka yang berlaku adalah putusan MA.
Meski MK belum memutus uji materi terhadap PKPU, Fickar menilai, uji materi PKPU tetap bisa dilakukan. Sebab, norma yang diuji pada UU Pemilu di MK tidak terkait dengan norma pada PKPU.
"UU MK berlaku mengikat bagi semua warga negara dan instansi-instansi baik instansi negara atau pemerintah maupun swasta," kata Fickar di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
"Namun ketentuan pasal (55 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK) itu tidak menghalangi jika substansi yang diuji tidak berkaitan, kecuali ada kemungkinan MK akan membatalkan seluruh UU yang diuji," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/07/07312931/5-alternatif-yang-bisa-jadi-solusi-akhiri-polemik-bacaleg-eks-koruptor