Salin Artikel

Gerakan #2019GantiPresiden di Antara Ambiguitas Hukum dan Syahwat Politik

Elite politik harus turun tangan memberikan teladan bagaimana berkompetisi secara sehat di alam demokrasi.

Demikian analisis pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Moeloek ketika berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/8/2018).

Argumentasi Hamdi tersebut berangkat dari kedudukan tagar #2019gantipresiden di mata hukum Indonesia yang berada di ruang abu-abu.

Tidak ada argumentasi yang 'clear' apakah tagar itu dapat dikategorikan sebagai upaya makar yang dilarang, atau sebatas kebebasan berekspresi.

Hamdi mengatakan, menurut Romli Atmasasmita, jika ada orang yang berteriak ganti presiden maka itu sama dengan ingin menurunkan presiden alias makar.

Padahal, presiden diangkat secara demokratis hingga selesai masa jabatannya tahun 2019.

"Oleh sebab itu, di tengah jalan tidak bisa diturunkan. Kalau diturunkan, namanya pemakzulan," ujar Hamdi.

Ambiguitas hukum

Di sisi lain, ia pun mengutip pernyataan Jimly Asshidiqqie yang menyebutkan bahwa tagar tersebut tidak melanggar apapun. Disebut makar pun tidak memenuhi unsur.

Di tengah pro kontra di mata hukum, tagar tersebut mendapatkan perlawanan kuat oleh kelompok yang menginginkan Presiden Joko Widodo melanjutkan jabatan presiden untuk dua periode.

Maka tersajilah 'pertarungan' kedua kelompok, baik di dunia maya hingga di dunia nyata.

Dari sisi psikologi politik, titik inilah yang menjadi awal dimulainya konflik horizontal masyarakat.

"Sebagian bilang ganti presiden, sebagian lainnya bilang kami enggak mau ganti, disertai unsur-unsur provokasi masing-masing," kata Hamdi.

Dari psikologi, ia melanjutkan, ada teori yang menggambarkan situasi ini sebagai mutual provocation. Kemudian provokasi semakin meningkat hingga menjadi mutual radicalization.

"Dua kubu semakin radikal, semakin mengeras. Situasi inilah yang saya sebut berpotensi menyulut konflik horizontal di masyarakat. Oleh sebab itu jangan ini dianggap main-main," lanjut dia.

Tanda-tandanya sudah mulai terjadi. Kelompok yang satu menolak kehadiran kelompok yang lain. Kelompok yang satu mencaci kelompok yang lain. Kelompok yang satu, juga mengancam kelompok yang lain dan sebagainya.

Jangan "menari" di atas kekisruhan

Atas kondisi ini pula, maka Hamdi sepakat dengan aparat keamanan yang terpaksa membubarkan mobilisasi massa tagar #2019gantipresiden.

Tindakan itu didasarkan murni atas alasan keamanan. Polisi tidak boleh ambil risiko terjadinya gesekan antarmasyarakat yang lebih besar dan luas.

Mengenai pembubaran tersebut dinilai membatasi kebebasan berekspresi, Hamdi membantahnya.

Ia menegaskan, secara obyektif, kampanye tagar #2019gantipresiden faktanya dibumbui kalimat dengan unsur provokasi, rentan ujaran kebencian dan hasutan.

Ia memberikan contoh apa yang dikatakan salah satu pegiat kampanye tagar itu, Neno Warisman.

"Narasinya Neno Warisman itu, mari kita Perang Badar, itu saya setuju apabila disebut sebagai salah satu provokasi, menebar kebencian terhadap kelompok lain," tuturnya.

"Yang dinamakan kebebasan dalam berpendapat itu, misalnya menuntut harga bahan pokok turun, menuntut BBM murah, tenaga kerja asing dikurangi, itu silahkan. Tapi tidak dengan memprovokasi. Ingat, masyarakat juga menginginkan ketenangan dan keamanan," tambah Hamdi.

Hamdi pun menyoroti minimnya keteladanan elite politik di tengah situasi ini.

Ia menilai, para elite politik, baik dari kubu tagar #2019gantipresiden atau pendukung Jokowi dua periode 'menari' di atas kekisruhan yang terjadi di akar rumput dan memanfaatkan hasil yang didapat dari situasi tersebut.

Ia berharap elite politik tidak mengedepankan syahwat politik semata dan lebih mengedepankan persatuan rakyat Indonesia.

Bisakah kita berdemokrasi dengan elegan? Damai? Tidak memprovokasi dan tetap menghormati hak orang lain?

"Saya rasa elite sadar yang terjadi sekarang ini rentan terjadi apa yang saya sebutkan tadi sebagai 'mutual provocation' dan 'mutual radicalization' yang berpotensi menimbulkan konflik. Kalau sudah begini, elite harus membantu cooling down, tidak boleh terlalu ingin memenuhi syahwat politik ingin menang," ujar Hamdi.

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/29/09005771/gerakan-2019gantipresiden-di-antara-ambiguitas-hukum-dan-syahwat-politik

Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke