Fenomena ini dianggap semakin mengesankan partai politik bersikap pragmatisme.
Hal itu dikatakan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, menanggapi banyaknya artis yang diusung sebagai caleg oleh parpol.
"Partai politik hampir semuanya pragmatis, enggan bekerja keras untuk meraih hasil gemilang," ujar Lucius kepada Kompas.com, Rabu (18/7/2018).
Menurut Lucius, semestinya sistem pemilu langsung serentak memberikan pesan kepada partai untuk melakukan kerja serius dalam bidang kaderisasi.
Meski popularitas menjadi salah satu strategi pemenangan, partai seharusnya menanamkan ideologi dan program-programnya sejak dini kepada para tokoh populer.
Namun, menurut Lucius, saat ini partai politik terlihat malas untuk mendorong kader, sehingga bekerja instan dengan merekrut caleg-caleg artis yang diharapkan akan memberikan sumbangsih, mensosialisasikan partai ke pemilih.
Semakin banyak caleg pesohor, maka kerja partai untuk mengampanyekan diri ke masyarakat dianggap lebih ringan.
"Seperti yang terjadi sekarang, dengan memakai topeng sistem pemilu langsung, partai-partai merasa tak bersalah merekrut figur pesohor di last minute untuk menjadi caleg partainya," kata Lucius.
Menurut Lucius, yang akan terdampak dari fenomena ini adalah publik atau pemilih. Sebab, perekrutan caleg hampir pasti mengabaikan persoalan kualitas.
Merekrut caleg secara kilat diyakini tak menyentuh persoalan kapasitas, kapabilitas, dan integritas.
Akibatnya, pemimpin yang terpilih berisiko tak mampu bekerja sesuai keinginan pemilih dan konstituen.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/18/11212991/semakin-banyak-caleg-artis-parpol-dinilai-semakin-malas-kerja