Salin Artikel

Kajian Firma Hukum Sebut Sjamsul Nursalim Tak Penuhi Perjanjian MSAA

Dalam persidangan, Timbul mengatakan, Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Tahun 2004 tidak memenuhi perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).

MSAA merupakan perjanjian penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan jaminan aset obligor.

"Intinya, Sjamsul Nursalim belum penuhi kewajiban sesuai MSAA," ujar Timbul saat menjawab pertanyaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Timbul, pada 1998, firma hukum LGS diminta oleh BPPN untuk melakukan kajian hukum terhadap salah satu obligor BLBI, yakni BDNI dan Sjamsul Nursalim. Selain mengkaji, tim LGS juga diminta untuk membuat suatu pendapat hukum atas perjanjian MSAA.

"Kami bentuk tim internal, lalu memeriksa dokumen yang relevan yang disediakan oleh BPPN. Jadi lawyer LGS yang datang ke kantor BPPN," kata Timbul.

Menurut Timbul, laporan kajian hukum dan pendapat hukum dua kali dikeluarkan, yakni pada tahun 2000 dan 14 Maret 2002. Dalam dua laporan itu, diketahui bahwa Sjamsul belum memenuhi perjanjian MSAA.

Pertama, Sjamsul tidak mengungkap bahwa utang petambak kepada BDNI sebesar Rp 4,8 triliun sebenarnya dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Kedua perusahaan penjamin itu adalah perusahaan milik Sjamsul Nursalim.

Selain itu, tim menemukan bahwa utang petani tambak kepada BDNI tergolong sebagai kredit macet dan tidak bisa ditagih.

Menurut Timbul, karena tidak memenuhi perjanjian MSAA, Sjamsul Nursalim seharusnya tidak bisa mendapatkan relese and discharge. Release and discharge merupakan jaminan pembebasan dari proses maupun tuntutan hukuman kepada obligor yang telah memenuhi kewajiban utang kepada BPPN.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI.

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/09/16122251/kajian-firma-hukum-sebut-sjamsul-nursalim-tak-penuhi-perjanjian-msaa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke