Salin Artikel

Jusuf Kalla yang Tak Gampang Dirayu...

Padahal, Partai Demokrat ngotot ingin Kalla maju pada Pilpres 2019 bersama Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

"Tetap teguh atas sikapnya. Ini juga dibicarakan beliau pada saya," ujar Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi kepada Kompas.com Rabu (4/7/2018).

Pengalamannya sebagai politisi senior juga diyakini takkan membuat mantan Ketua Umum Partai Golkar itu gampang tergoda atas berbagai rayuan yang ada.

"Sebagai politician (politisi) beliau tentu tidak gampang dirayu," ucap Sofjan.

Sofjan juga mengungkapkan, sebelumnya Kalla telah menolak wacana Partai Demokrat untuk berkoalisi saat Pilpres 2019.

"Dia (Kalla) sudah tolak, dia (Kalla) enggak mau, sudah kasih tahu ke Demokrat, dia (Kalla) tidak bisa lagi. Pak JK sudah kasih tahu langsung," kata Sofjan.

Menurut Sofjan, alasan penolakan itu karena pertimbangan waktu bersama keluarga setelah pensiun sebagai wapres.

Apalagi, Kalla juga berkomitmen membantu Presiden Joko Widodo menghadapi pilpres mendatang.

"Ia (Kalla) mau pensiun, pasti bantu Pak Jokowi, jadi (wacana) apa pun dia tidak peduli," tutur Sofjan.

Cukup 55 Tahun

Beberapa waktu Kalla juga kembali mengungkapkan bahwa dirinya takkan maju kembali pada Pilpres 2019.

Pernyataan Kalla tersebut ia ungkapkan bukan untuk kali pertama, namun untuk kesekian kalinya. Salah satu pertimbangannya, Kalla mengaku sudah berpuluh tahun mengabdi.

"Saya sudah 35 tahun dalam bisnis dan 20 tahun di pemerintahan. Jadi 55 tahun bagi saya itu sudah cukup," ujar Kalla.

Menurut Kalla, ia ingin menikmati waktunya bersama dengan keluarga dan cucu terkasih.

"Jadi sudah waktunya untuk bersama keluarga, melihat cucu saya," kata dia.

Baca: Jusuf Kalla: 55 Tahun bagi Saya Sudah Cukup

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari, mengatakan bahwa Kalla masih dimungkinkan oleh Undang-Undang Pemilu untuk maju sebagai calon presiden.

Adapun, Kalla sebelum menjadi wapres periode 2014-2019 juga menjadi wapres pada periode 2004-2009.

Karena itu, beda kasus jika Kalla kembali ikut dalam pilpres mendatang, tetapi mencalonkannya diri sebagai calon presiden dan bukan calon wakil presiden.

"Orang yang sudah menduduki jabatan wakil presiden selama dua periode dan dia mengajukan diri sebagai calon presiden, ya, boleh-boleh saja. Sepanjang yang bersangkutan belum pernah menduduki jabatan itu selama dua periode," kata Hasyim.

Sebab, UU Pemilu hanya melarang Kalla kembali maju namun dalam posisi yang sama pada pilpres mendatang.

Pembatasan itu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7.

Baca: MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Presiden dan Wapres, Ini Kata Jusuf Kalla

Dalam pasal itu disebutkan, presiden dan wakil presiden menduduki jabatannya selama lima tahun dan setelah itu dapat dipih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Itu artinya, orang yang menduduki jabatan sebagai presiden dan wakil presiden dapat menduduki jabatan paling lama dua periode dalam jabatan yang sama," kata Hasyim.

Bermacam cara

Partai Demokrat terus berupaya mencari cara untuk bisa mengusung AHY pada Pilpres 2019. Berbagai kemungkinan dijajaki, termasuk menduetkan Kalla dengan AHY.

Kalla sendiri sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu.

Adapun AHY yang merupakan putra sulung SBY turut hadir dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan dua tokoh yang pernah berpasangan sebagai presiden dan wapres pada 2004-2019 itu berlangsung di rumah SBY di bilangan Kuningan, Jakarta.

Kalla dan SBY sama-sama mengaku tak ada pembahasan terkait politik. Namun, pasca-pertemuan, wacana untuk mengusung duet JK-AHY menguat di internal Partai Demokrat.

Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, duet JK-AHY datang dari usul sejumlah kader partainya. Ia memastikan DPP Partai Demokrat akan menampung usulan itu.

"Kalau ada yang mengawin-ngawinkan JK-AHY toh teman-teman juga yang bilang. Kami juga tak mungkin menolak itu. Dan biarkan diskusi itu berjalan," kata Hinca.

Baca: Kalla Tegaskan Pertemuannya dengan SBY Tidak Terkait Urusan Politik

Bahkan wacana untuk menduetkan JK-AHY pun terus bergulir. Pada Senin (2/7/2018) kemarin, elite-elite Partai Demokrat memamerkan gambar JK-AHY di media sosial.

Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Imelda Sari misalnya, memamerkan gambar tersebut lewat status WhatsApp Mesengger dengan keterangan: "JK-AHY will coming soon".

Tak hanya Imelda, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief juga memamerkan gambar tersebut di akun Twitternya, @andiarief_. Dia me-retweet kicauan simpatisan Partai Demokrat yang mengunggah gambar JK-AHY.

Koalisi alternatif

Imelda juga mengatakan, Partai Demokrat sudah mengadakan poling internal. Hasilnya, 90 persen kader menginginkan adanya koalisi aternatif diluar koalisi Presiden Joko Widodo dan kelompok oposisi.

"Salah satu nama yang kami anggap capable, baik secara elektabilitas dan pengalaman, salah satunya kepemimpinan Pak JK yang pernah bersama-sama Pak SBY juga," ujar Imelda.

Imelda menambahkan, wacana menduetkan Kalla dan AHY sebenarnya sudah muncul di kalangan internal sejak lama.

Wacana itu kemudian menguat ketika Kalla bersilaturahmi dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pada 25 Juni 2018 lalu.

Namun, untuk mewujudkan duet JK- AHY, Partai Demokrat perlu tambahan dukungan dari partai politik lain.

Sebab, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh parpol atau gabungan parpol dengan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Partai Demokrat hanya memiliki 61 kursi atau 10,9 persen. Harapan pun datang kepada Partai Golkar, yang merupakan partai tempat JK bernaung.

JK pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 dan saat ini masih tercatat sebagai salah satu senior di partai beringin.

Jika Partai Golkar yang memiliki 91 kursi DPR (16,2 persen) bergabung, maka syarat ambang batas sudah terpenuhi.

Akan tetapi, Partai Golkar yang kini dipimpin oleh Airlangga Hartarto sudah menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk bertarung kembali di Pilpres 2019.

Sejumlah elite Partai Golkar juga sudah menyuarakan duet Jokowi-Airlangga.

Sementara, partai di kelompok oposisi seperti Partai Gerindra, PKS dan PAN juga sudah mempunyai jagoannya masing-masing untuk diusung pada Pilpres 2019.

Namun, Partai Demokrat tetap yakin bisa mendapat tambahan dukungan dari parpol lain sampai pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden dibuka pada Agustus nanti.

"Dalam politik, anything is possible dan komunikasi di antara pemimpin partai politik pun dilakukan sampai dengan tanggal 4-10 Agustus. Saya melihat dinamika politik akan terus bergulir," kata Imelda.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/05/07415961/jusuf-kalla-yang-tak-gampang-dirayu

Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke