Ia mencontohkan, Pilkada Sumatera Utara yang gagal dimenangkan oleh kandidat dari PDI-P, yakni Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.
Menurut dia, kekalahan Djarot-Sihar bukan karena sentimen anti-Jokowi, melainkan upaya Edy Rahmayadi yang telah membangun kedekatan dengan warga Sumatera Utara sejak lama.
Edy pernah menjabat Pangdam Bukit Barisan yang membawai teritorial Sumatera Utara.
"Apakah di Sumut (Sumatera Utara) karena konstelasi Gatot (Nurmantyo) melawan Jokowi? Tidak. Itu adalah pekerjaan yang dilakukan Edy Rahmayadi yang dilakukan selama dua tahun dibandingkan dengan Djarot selama dua bulan," kata Yunarto dalam acara Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (28/6/2018) malam.
Namun, ia mengakui adanya pengaruh sentimen anti-Jokowi atas kekalahan kandidat PDI-P dan besarnya perolehan suara dari kandidat yang diusung partai oposisi, khususnya pada Pilkada Jawa Barat.
Pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diusung Gerindra, PKS, dan PAN mampu memperoleh 29,53 persen suara.
Demikian pula pada Pilkada Jawa Tengah, Yunarto menduga tingginya perolehan suara Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diusung Gerindra, PKS, PAN, dan PKB sebagian juga disebabkan sentimen anti-Jokowi.
Perolehan suara Sudirman-Ida mampu mendekati pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Sudirman-Ida berhasil meraup 41,66 persen suara.
"Dengan sisa waktu kemudian yang dijual adalah bukan popularitas (Sudirman-Ida). Tapi kemudian menarik dirinya dalam konstelasi pilpres dengan menbuat mereka seolah tempat berkumpulnya anti-Jokowi. Itu menurut saya efektif," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/29/10405271/pengamat-tak-semua-kandidat-pdi-p-kalah-karena-sentimen-anti-jokowi