Menurut Taufik, tak sulit untuk menemukan ada atau tidaknya pelanggaran undang-undang dalam penunjukan Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Kalau dibandingkan dan jelas-jelas secara redaksional salah, melanggar, ya berarti harus diingatkan bahwa ini tidak boleh. Simple aja. Enggak usah dibuat ruwet," kata Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Taufik mengatakan para pengusul hak angket tinggal merujuk pada tiga undang-undang yang menjadi rujukan penunjukan Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Ketiga undang-undang tersebut yakni Undang-undang No. 2 Tahun 2002, Undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Taufik, jika bertentangan dengan salah satu redaksional di tiga undang-undang tersebut, maka penunjukan Iriawan jelas salah.
Ia menambahkan, saat ini perkembangan hak angket masih menunggu dari para pengusul. Ia mengatakan para pengusul tentu masih mengkaji secara lebih mendalam usulan hak angket tersebut.
"Pasti setiap anggota DPR semua sedang meneliti apakah setiap pasal yang ada di Undang-undang Polri, Pilkada, itu ada enggak ketentuan yang tidak memperbolehkan bahwa pejabat tinggi di TNI atau Polri aktif bisa merangkap atau ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah," lanjut dia.
Sebelumnya, Fraksi Partai Gerindra di DPR RI akan menggulirkan hak angket menyikapi pelantikan Iriawan. Partai Gerindra menilai ada cacat hukum dalam pengisian jabatan penjabat sementara itu.
Fraksi lain seperti Demokrat dan Nasdem mendukung usul hak angket ini.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/25/18351181/pimpinan-dpr-minta-hak-angket-penunjukan-iriawan-didasari-kajian-bukan-opini