Presiden ingin meminta masukan mengenai banyak hal. Mulai dari intoleransi, penyebaran ideologi radikalisme dan terorisme, pengangguran hingga ketimpangan ekonomi di masyarakat.
Cendikiawan Muslim Azyumardi Azra memberi masukan mengenai bagaimana meminimalisasi tindak intoleransi di Indonesia.
"Saya tadi sampaikan, untuk mengatasi intoleransi harus komprehensif. Pemerintah harus segera memperkuat koalisi sosial melalui pemantapan semangat kebangsaan, kearifan lokal dan penguatan Islam Wasathiyah (Islam moderat)," ujar Ayumardi, usai pertemuan.
Penguatan itu pun harus menyasar ke lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga sekolah tinggi.
Guru, dosen, ketua BEM dan ketua-ketua himpunan mahasiswa hingga pelajar harus mendapat penguatan soal kebangsaan dan implementasi Pancasila.
Cendikiawan Muslim sekaligus akademisi Komarudin Hidayat menambahkan, salah satu topik yang spesifik dibicarakan adalah mengenai 'disusupinya' masjid-masjid kantor pemerintah oleh mubalig berpaham radikal.
"Ada penceramah agama di masjid-masjid BUMN misalnya, ironis. Penceramahnya pro khilafah. Ini kan perlu penjelasan ke masyarakat," ujar Komarudin.
Namun, lanjut Komarudin, Presiden mengaku, sudah mengambil langkah untuk menyetop hal itu agar penyebaran ideologi radikalisme dan terorisme dapat dihentikan.
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengapresiasi pertemuan yang berlangsung selama 2 jam tersebut. Menurut dia, metode Presiden Jokowi dalam menangkap aspirasi sangat produktif.
"Sebagai pemimpin memilih tidak hanya dapat report dari bawahan, tapi langsung berinteraksi dan mendengar dari praktisi. Ini metode yang sangat oke untuk mendapatkan masukan dan yang paling penting kebijakan yang akan diambil nanti sesuai kebutuhan masyarakat," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/04/20203621/jokowi-undang-42-tokoh-bicarakan-intoleransi-ketimpangan-ekonomi-hingga