Salin Artikel

Mencekamnya Jakarta pada Hari Terakhir Berkuasanya Soeharto...

Namun, aparat keamanan bersikap represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa kala itu. Aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan itu misalnya yang dilakukan pada 2 Mei 1998, saat mahasiswa mulai bergerak ke luar kampus Universitas Indonesia di Salemba dan IKIP Jakarta di Rawamangun (sekarang Universitas Negeri Jakarta).

Bahkan, pada 8 Mei 1998, mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta bernama Moses Gatutkaca tewas setelah aparat keamanan bersikap represif dalam membubarkan demonstrasi menuntut Soeharto mundur. Moses tewas akibat pukulan benda tumpul.

Kekerasan aparat keamanan dalam menangani demonstrasi mahasiswa kembali terjadi pada 12 Mei 1998.

Dalam menangani aksi demonstrasi di depan kampus Universitas Trisakti, aparat kini menembaki mahasiswa dengan peluru karet hingga peluru tajam. Akibatnya, empat mahasiswa Trisakti tewas dan lebih dari 200 mahasiswa terluka dalam Tragedi Trisakti itu.

Catatan kelam dalam sejarah bangsa pun terjadi sehari kemudian. Pada 13 Mei 1998, terjadi kerusuhan bernuansa rasial yang mengakibatkan Jakarta dan sejumlah kota besar lumpuh.

Gedung-gedung dibakar, rumah dan kendaraan dirusak. Properti milik masyarakat Tionghoa menjadi sasaran amuk massa.

Demonstrasi tak terhenti

Meski demikian, kerusuhan itu tidak mengalihkan tuntutan reformasi. Para mahasiswa tetap bergerak menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, dan mulai menguasai gedung DPR/MPR pada 18 Mei 1998.

Meski demikian, Soeharto tetap bertahan.

Dilansir dari dokumentasi Kompas, Soeharto yang berada di Mesir saat kerusuhan Mei terjadi dan baru pulang pada 15 Mei 1998, mulai bertemu sejumlah tokoh. Jenderal yang Tersenyum itu bersedia mendengarkan aspirasi sejumlah tokoh yang dia percaya.

Pada 19 Mei 1998 misalnya, Soeharto bertemu dengan tokoh seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, serta Malik Fadjar.

Akan tetapi, usai pertemuan Soeharto mengusulkan dibentuknya Komite Reformasi untuk melaksanakan pemerintahan transisi sebelum pergantian kepemimpinan.  

Masyarakat, mahasiswa, dan tokoh penggerak reformasi pun gemas. Soeharto dianggap mengulur waktu dalam mempertahankan kekuasaan.

Momentum Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1998 lalu direncanakan untuk menjadi puncak demonstrasi massa dalam menjatuhkan Soeharto alias people power.

Salah satu tokoh yang aktif menuntut Soeharto mundur adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais.

Dilansir dari Kompas terbitan 19 Mei 1998, saat bertemu Komisi II DPR, Amien Rais mengungkapkan bahwa masyarakat Yogyakarta di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono X akan melakukan long march dan mendesak digelarnya Sidang Istimewa MPR untuk mencopot Soeharto.

Ucapan Amien Rais memang bukan isapan jempol. Sebab, di Yogyakarta pada 20 Mei 1998, Sultan Hamengku Buwono X membacakan maklumat di depan Pagelaran Keraton Yogyakarta.

Di hadapan massa yang membeludak, Sultan mengajak masyarakat Yogyakarta mendukung gerakan reformasi dan menuntut pergantian kepemimpinan nasional.

Jakarta mencekam

Berbeda dengan di Yogyakarta, suasana di Ibu Kota terasa mencekam pada 20 Mei 1998.

Dikutip dari buku Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian (2013) yang ditulis wartawan senior Salim Said, ini bermula saat Amien Rais mengajak masyarakat memadati lapangan Monumen Nasional untuk menuntut mundurnya Soeharto.

Namun, permintaan Amien Rais itu mendapat penentangan dari ABRI.

Petinggi ABRI tak ingin mengambil risiko. Sejumlah tentara lengkap dengan kendaraan tempur pun diturunkan. Kawasan Monas ditutup dari segala penjuru. Barikade kawat berduri dipasang. Jakarta memang mencekam.

Melihat kondisi tersebut, Amien Rais pun membatalkan pengumpulan aksi massa di Monas pada 20 Mei 1998. Amien tidak ingin people power berubah menjadi tragedi berdarah.

Meski tak ada pengumpulan massa, Soeharto tetap terpojok. Sebab, 14 menteri di bawah koordinasi Menteri Koordinasi Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita membuat langkah mengejutkan.

Ginandjar bersama 13 menteri menolak permintaan Soeharto untuk bergabung dalam Komite Reformasi. Dalam surat yang disampaikan, ke-14 menteri itu bahkan meminta Soeharto mundur.

Rencana Soeharto untuk membentuk Komite Reformasi dan terjadinya transisi kepemimpinan hingga pemilu mendatang gagal. Setelah 32 tahun berkuasa, Jenderal Besar yang menyandang lima bintang di pundak itu memilih mundur.

Pada 21 Mei 1998 Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Gerakan reformasi memaksa Soeharto jatuh.

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/20/16043711/mencekamnya-jakarta-pada-hari-terakhir-berkuasanya-soeharto

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke