Sementara, banyak pihak yang pesimistis kasus ini bisa selesai ditangani kepolisian karena setelah setahun kejadian, pelakunya belum juga ketahuan.
"Kami tidak main-main. Saya kan berapa kali bilang, kami optimistis bisa terungkap. Ini hanya masalah waktu," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Setyo mengatakan, saat ini belum perlu dibentuk tim gabungan pencari fakta. Padahal, cukup besar desakan ke pemerintah untuk membentuk tim itu.
Menurut Setyo, Polri masih mampu melakukan penyidikan sendiri bekerjasama dengan KPK.
"Karena TGPF ujungnya ke mana? Kan penyidikan juga, karena TGPF kan tidak bisa langsung ke kejaksaan," kata Setyo.
Oleh karena itu, Setyo meminta Novel Baswedan kooperatif dengan penyidik untuk dimintai keterangan. Ia mengatakan, bagaimana Polri mengungkap pelakunya jika korban irit memberi informasi. Apalagi, Novel menduga ada oknum Polri yang terlibat dalam peristiwa itu.
"Kalau memang itu, ya harus dipertanggungkawabkan karena memang tidak bisa sembarangan kan menyebut orang," kata Setyo.
Sebelumnya, Novel Baswedan mengungkapkan kekecewaannya terhadap kelanjutan proses hukum kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Ia menilai kasus penyerangan seperti ini tak boleh diremehkan dan dibiarkan.
Novel merasa kecewa karena proses pengungkapannya belum menemui titik terang. Ia menduga, pihak yang berwenang memang belum mau mengungkap secara jelas kasusnya.
"Saya kecewa dengan proses pengungkapan yang belum juga terungkap. Saya menduga, ini memang belum mau diungkap, saya kecewa sekali," kata Novel.
Situasi itu membuat Novel melaporkan kasus yang dialaminya ke Komnas HAM. Novel ingin keberadaan tim gabungan pencari fakta (TGPF) Komnas HAM, bisa menelusuri fakta-fakta tersembunyi dalam kasusnya.
Ia membantah keberadaan TGPF akan mengintervensi penyidikan Polri.
"Saya berpikir tim TGPF penting untuk melihat apakah betul ucapan saya bahwa ada banyak fakta yang tidak diungkap dan tertutupi," kata Novel.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/12/15480161/polri-yakin-terungkapnya-kasus-novel-baswedan-hanya-masalah-waktu