"Kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), saya menyarankan, jangan yang diperhatikan itu (hanya) terorisnya, tetapi korbannya (juga)," kata Azyumardi di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Sabtu (24/2/2018)
"Karena korban ini merasa diabaikan pemerintah, kurang diperhatikan pemerintah," tambah mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Selama ini, kata dia, perhatian pemerintah kepada keluarga korban kasus terorisme masih sangat minim.
Berbanding terbalik dengan perhatian kepada mantan narapidana terorisme dan keluarganya.
"Mantan napi teroris itu lebih sering disantuni orang-orang Densus 88. Anaknya dikasih beasiswa, istrinya dikasih biaya dapur, tetapi korban terorisme ditelantarkan," katanya.
Ia mencontohkan bagaimana beratnya kehidupan keluarga korban kasus terorisme.
"Misalnya, suaminya meninggal dalam ledakan bom tertentu. Bayangkan dia punya anak dua atau tiga. Maka dia menjadi orang tua tunggal, menjadi sangat berat untuk mengasuh dan membesarkan anaknya," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus memfasilitasi anak korban teror tersebut hingga menyelesaikan pendidikan.
Selain itu, ia mengatakan, kementerian atau lembaga terkait juga tidak menganggap penting pemenuhan hak korban kasus terorisme. Ia menganggap Kementerian Sosial dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lebih memerhatikan urusan-urusan konvensional.
"Contohnya urusan orang telantar di jalanan dan fakir miskin, mereka (kementerian dan lembaga) lebih sibuk mengurus itu. Namun, orang-orang yang jadi korban aksi terorisme tidak diperhatikan, luput dari radar mereka," ujar Azyumardi.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah memberikan perhatian dan memenuhi hak-hak para keluarga korban kasus terorisme. Seperti memberikan jaminan pendidikan atau modal usaha.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/24/17201791/azyumardi-saya-sarankan-kepala-bnpt-jangan-hanya-perhatikan-terorisnya