Barter yang dimaksud terkait dengan pasal penghinaan dan merendahkan kehormatan DPR.
Hal itu dikatakan Hendri Satrio saat menjadi narasumber dalam diskusi Polemik di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
"Tentang RKUHP, jangan-jangan ada bargaining. Jangan-jangan nanti pasal penghinaan presiden, DPR diminta tanda tangan," kata Hendri Satrio.
Menurut Hendri, tawar-menawar yang dimaksud terletak pada persetujuan pemerintah dalam pasal tentang pemidanaan bagi setiap orang yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dalam UU MD3.
Dalam hal ini, pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Hendri mengatakan, undang-undang dibuat atas persetujuan DPR dan pemerintah. Ia menduga, pemerintah berkepentingan untuk menghidupkan kembali pasal tentang penghinaan presiden.
Wacana itu muncul dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Ini kelihatan ketika ditanya terkait pasal itu, Yasonna malah menarik diri dan meminta masyarakat langsung menggugat ke MK," kata Hendri.
Sebelumnya, pemerintah memasukkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden ke dalam RKUHP, meskipun pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2016, MK menilai, pasal dengan norma tersebut bertentangan dengan semangat demokrasi.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/17/13151271/pengamat-duga-ada-barter-dpr-dan-pemerintah-soal-pasal-penghinaan