Salin Artikel

16 Pasal RKUHP Ini Mengancam Kebebasan Pers dan Masyarakat...

Berikut catatan kritis dari Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers yang diungkap ke wartawan, Selasa (13/2/2018):

Tentang Berita Bohong

Pasal 309, mengatur tentang pemidanaan terhadap pelaku yang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang mengakibatkan keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat. Termasuk apabila hal tersebut patut diduga bohong.

Sedangkan Pasal 310, mengatur tentang pemidanaan pelaku yang menyiarkan berita tidak pasti, berlebihan atau tidak lengkap juga dibatasi, termasuk apabila hal tersebut patut diduga dapat menimbulkan keonaran dalam masyarakat.

Direktur LBH Pers Nawawi Bahrudin yang tergabung dalam koalisi menegaskan, pasal ini merugikan kerja jurnalistik dalam penulisan berita. Pertama, tidak ada seorangpun yang dapat memastikan konsistensi pernyataan narasumber.

Dalam kerja jurnalistik, seringkali ditemukan narasumber yang berubah-ubah pernyataannya. Tentu dalam konteks ini, wartawan sangat rentang terjerat pasal ini.

"Pasal ini dapat menyebabkan si jurnalis yang memberitakan pernyataan dari narasumber A dinilai menyiarkan berita bohong," ujar Nawawi dalam diskusi di Kantor LBH Pers, Jakarta, Selasa.

Kedua, pasal ini bertabrakan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sebab, dalam UU Pers, sengketa pemberitaan tak dapat langsung dipidanakan, melainkan harus melalui mekanisme kajian oleh lembaga kode etik profesi wartawan, yakni Dewan Pers.

Pengacara LBH Pers Gading Yonggar Ditya khawatir implementasi RKUHP bakal menimbulkan kerancuan jika disahkan menjadi undang-undang.

"Kami khawatir penegak hukum akan lebih mengutamakan pasal di RKUHP dibandingkan UU Pers. Apalagi kualitas penyidik sekarang kan masih belum mengerti UU Pers adalah lex specialist," ujar Gading.

"Maka, itu berpotensi di dalam penerapannya. Menjadi problematika sendiri dan akan menjadi tidak seragam nantinya," lanjut dia.

Apalagi, dalam draf RKUHP juga tidak dicantumkan secara rigid seperti apa berita bohong, tidak pasti, tidak lengkap, berlebihan dan bisa menimbulkan keonaran serta kerusuhan masyarakat. Aparat penegak hukum pun berpotensi untuk membuat interpretasi sendiri terkait hal itu.

Penerbitan dan Percetakan

Pasal 771, mengatur tentang pembatasan seseorang menerbitkan hal yang sifatnya dapat dipidana karena disuruh oleh orang yang tidak diketahui, atau karena disuruh oleh orang yang diketahui atau patut diduga bahwa orang tersebut tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.

Sementara, Pasal 772, mengatur pembatasan seseorang untuk mencetak tulisan atau gambar atas ketentuan suruhan orang yang sama dengan pasal sebelumnya.

Pasal 773 menjelaskan bahwa pasal 771 dan 772 tergantung dari sifat tulisan atau gambar yang diterbitkan atau dicetak.

Apabila tulisan dan gambar itu dikategorikan delik aduan, maka penerbit dan pencetak dapat dituntut berdasarkan aduan.

Namun apabila tulisan dan gambar dikategorikan sebagai delik umum, maka penerbit dan pencetak dapat dituntut tanpa perlu ada aduan.

Koordinator Safenet Damar Juniarto berpendapat, pasal-pasal itu bersifat kabur, tidak jelas

"Sifat tulisan dan gambar, baik sebagai tindak pidana aduan atau bukan, bisa terbuka pada penafsiran ang berbeda-beda. Harusnya ada ketentuan yang jelas lagi soal itu," ujar dia.


Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan

Pasal 328 dan 329, mengatur tentang pembatasan ekspresi yang dapat mempengaruhi hakim dalam memimpin persidangan. Artinya, segala ekspresi yang dinilai dapat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara berpotensi dipidana.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Ditta Wisnu menyayangkan munculnya pasal ini.

"Pengaturan ini berlebihan sehingga membuat demokrasi terbungkam. Ngawur ini RKUHP. Tidak hanya membatasi ruang gerak, namun juga membunuh demokrasi Indonesia," ujar Ditta.

Semestinya, RKUHP mengatur lebih spesifik, ekspresi seperti apa yang patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara. Sebab, pasal itu tidak mengatur jelas tentang kategori-kategori perbuatan pidananya.

Jika ekspresi yang dimaksud ditujukan bagi segala bentuk ekspresi yang muncul termasuk pemberitaan media, Ditta yakin bukan hanya wartawan yang berpotensi terjerat pertama melalui pasal ini, melainkan juga masyarakat atau aktivis yang mengkritik peradilan.

Membocorkan Rahasia Negara

Sebanyak sembilan pasal di RKUHP mengatur tentang pemidanaan kepada seseorang yang bukan wewenangnya membocorkan informasi mengenai pertahanan negara, rahasia negara dan kepentingan negara.

Sembilan pasal yang dimaksud, yakni Pasal 228, 229, 230, 234, 235, 236, 237, 238 dan 239.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ahmad Nurhasim mengatakan, melalui pasal-pasal tersebut, seorang jurnalis bisa dijerat hukum jika menyiarkan informasi atau dokumen yang dianggap negara merupakan rahasia.

"Misalnya teman-teman wartawan mendapatkan bocoran dakwaan, entah itu dari lawyer atau dari siapapun. Jika yang seperti itu dipidana, ya banyak wartawan masuk penjara karena medianya dianggap menyiarkan rahasia negara," ujar Hasim.

Padahal menyiarkan dokumen itu sebagai produk jurnalistik adalah dalam rangka memberikan informasi yang seakurat mungkin kepada masyarakat sekaligus menjadi 'watch dog'.

Selain itu, sulit menentukan apakah pembatasan ini benar-benar dibutuhkan untuk melindungi kepentingan keamanan nasional. Sebab bisa saja pembatasan dilakukan untuk menutup-nutupi hal lain yang seharusnya diketahui publik.

"Sulit untuk menentukan apakah pembatasan ini benar-benar dibutuhkan untuk melindungi kepentingan keamanan nasional, karena apa yang dimaksud dengan keamanan nasional tidak didefinisikan. Nah untuk sesuatu yang tidak didefinisikan, sangat tidak layak apabila perbuatannya diganjar penjara maksimal 20 tahun," ujar Hasim.

Koalisi mendesak agar RKUHP dikoreksi. Segala pasal yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi harus dihapuskan.

DPR RI dan pemerintah sendiri masih mempunyai waktu untuk merubah itu. Sebab, RKUHP batal disahkan dalam masa sidang sekarang. Pada rapat paripurna Senin kemarin, wakil rakyat justru memperpanjang pembahasan Undang-undang tersebut.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai diperpanjangnya pembahasan itu sebagai sesuatu yang wajar. Ia menilai tidak realistis jika disahkan sekarang. Sebab masih ada sejumlah pasal yang diperdebatkan dalam Panitia Kerja (Panja) R-KUHP.

"Kami harus realistis karena ada beberapa pasal yang masih terjadi diskusi dan perdebatan. Maka kami putuskan tadi Bamus (Badan Musyawarah) itu dilanjutkan pada masa sidang berikutnya," kata Bamsoet, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin.

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/14/11101731/16-pasal-rkuhp-ini-mengancam-kebebasan-pers-dan-masyarakat

Terkini Lainnya

Prabowo Absen di Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen di Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke