Salin Artikel

Golkar Harus Ramah Milenial

Praperadilan sang ketua berpacu dengan keinginan untuk mengadakan Musyawarah Luar Biasa Partai (Munaslub). Kubu yang menginginkan pergantian kepemimpinan adu cepat dengan yang kubu mempertahankan posisi status quo.

Situasi tak pelak makin hari makin panas. Beringin disorot di sana-sini. Nasibnya di masa depan dijadikan bahan tebak-tebakan oleh para pengamat.

Nama-nama calon pengganti ketua umum diukur-ukur, dipatut-patut, dicocok-cocokan, dan dikait-kaitkan dengan istana, disangkutpautkan dengan si anu dan si anu, lalu digelindingkan ke publik. Maka terjadilah bursa calon ketua.

Di sisi yang lain, hasil survei Politracking terbukti tak berpihak kepada "Pohon Beringin". Angka elektabilitas Golkar hanya tersisa sekira sepuluhan persen. Mendadak penampakan Beringin menjadi semakin kurus kering, tak gagah lagi.

Gerindra dengan manis menyalip dan merebut posisi kedua yang semula diduduki Golkar. Lucunya, tak banyak pihak yang sedang adu kuat di internal membahasnya. Semuanya terlihat sibuk berbicara siapa dapat apa, kapan dan bagaimana, di dalam tubuh partai.

Memang kepengurusan baru adalah bagian dari masa depan Golkar. Tapi menjaga dan meluaskan kavling pemilih juga tak kalah pentingnya, bahkan bisa menjadi penentu seperti apa wajah Golkar di kemudian hari.

Jadi apa pun yang terjadi di dalam "Partai Beringin", toh terobosan signifikan untuk keluar dari jerat politik yang sedang melanda partai sangat dibutuhkan saat ini.

Dan, saya kira, mengambil peran besar untuk memenangkan hati dan pikiran para pemilih muda, terutama generasi milenial, adalah salah satu solusi kekinian yang dibutuhkan.

Mengapa? Karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kaum milenial di Indonesia pada 2017 diperkirakan mencapai 86 juta jiwa atau 32,6 persen dari total penduduk yang sebanyak 261,89 juta jiwa.

Pemilih milenial adalah pemilih yang lahir pada rentang tahun 1981-1999 dan akan berusia antara 20-38 tahun saat Pemilu 2019 diadakan.

Sekali lagi saya tuliskan, jumlahnya mencapai 86 juta jiwa. Semua tentu sepakat bahwa angka tersebut bukanlah angka kecil.

Nah, secara politik, jika dipersentase, 48 persen pemilih pada Pemilu 2019 adalah generasi milenial (Hasanudin Ali, 2017). Oleh karena itu, tak ada alasan bagi Golkar untuk tidak fokus dan concern pada segmen yang satu ini.

Generasi milenial sering juga disebut sebagai generasi "Digital Native", yakni generasi yang lahir dan tumbuh seiring perkembangan teknologi yang melaju pesat.

Oleh karena itu, generasi milenial cenderung mudah menyesuaikan diri dengan generasi setelahnya yang juga masih disuguhkan teknologi lanjutan dari teknologi-teknologi yang mengawali pertumbuhan generasi milenial.

Berbeda dari generasi X, baby boomers, atau generasi sebelum generasi milenial, segmen ini cenderung agak gagap untuk mengikuti irama generasi-generasi setelahnya.

Arti lainnya, menginklusi generasi muda adalah langkah strategis untuk meraup sebanyak-banyaknya suara pada kontestasi 2019.

Adapun milenial sendiri merupakan kelompok demografis (cohort) yang dikategorikan setelah generasi X karena lahir antara tahun 1981 dan 1999 (banyak juga yang menulis antara 1980-2000).

Selain berada di kisaran usia antara 17 dan 37 tahun saat ini atau masih terbilang muda dan cenderung sangat energetik, keakraban dengan teknologi membuat pemikiran mereka terbuka luas.

Oleh karena itu, wajah-wajah partai yang tak mampu berdandan sesuai harapan generasi ini akan serta-merta diberi tanda silang.

Walhasil, karena banyak partai yang gagal beradaptasi dengan selera segmen milenial, preferensi politik generasi ini terus menurun.

Gejala semacam ini bukan saja di Indonesia, tetapi juga di negara maju dan negara berkembang lain. Mereka cenderung menjadi apolitis dan memilih bidang-bidang di luar politik untuk berekpresi.

Secara politik, menurut hemat saya, kecenderungan semacam ini, pertama dan utama, adalah akibat dari gagalnya institusi-institusi demokrasi, terutama partai, untuk merepresentasikan dan menginklusi aspirasi mereka ke dalam gerak langkah partai politik.

Wajah-wajah partai gagal dipoles sesuai harapan generasi muda, sehingga penampakannya cenderung menyebalkan, mengguratkan banyak dosa, atau kurang ramah terhadap generasi-generasi setelahnya.

Secara historis, nomenklatur generasi milenial awalnya digagas oleh dua pakar sejarah dan penulis asal Amerika, yaitu William Strauss dan Neil Howe. Keduanya menuangkan konsep generasi milenial ke dalam beberapa bukunya. Bahkan studi tentang generasi milenial di dunia, terutama di Amerika, sudah cukup banyak dilakukan.

Di antaranya adalah studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 yang mengambil tema American Millenials: Deciphering the Enigma Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis laporan riset dengan judul Millenials: A Portrait of Generation Next.

Poin utamanya, generasi milenial dan generasi setelahnya memang memiliki banyak perbedaan dengan generasi-generasi sebelumnya. Preferensi sektoral bergeser jauh ke ranah apolitis.

Harapan-harapan terhadap dunia politik meredup. Generasi muda mulai berpolitik dengan cara berbeda. Dunia digital menjadi sasaran utama, terutama media sosial.

Ekspresi politik mereka sangat inklusif, moderat, tetapi cenderung negatif terhadap partai politik dan institusi-institusi politik yang menjadi turunannya, seperti DPR. Nah, tak bisa tidak, inilah tugas berat Partai Golkar ke depan.

Siapa pun pemimpinnya, kubu mana pun yang menguasai "Beringin" nantinya, jangan jumawa di hadapan generasi muda. Jangan lupakan pemilih muda dan milenial karena mereka adalah pemilih jumbo yang bisa seketika menggemboskan kebesaran "Beringin" hanya dengan sekali masuk bilik suara.

Mumpung belum munaslub atau apa pun cara reorganisasi yang diambil, Golkar harus mulai berpikir tentang bagaimana cara mengaryakan generasi-generasi muda dalam partai.

Menempatkan anak muda-anak muda potensial di pos-pos strategis partai adalah jalan paling mudah.

Partai tidak bisa berbasa-basi mengatakan dirinya sebagai partai inklusif dan ramah terhadap generasi muda jika tidak melibatkan generasi muda dalam setiap derap regenerasi kepengurusan partai. Dan, Golkar harus berani memulainya.

https://nasional.kompas.com/read/2017/12/06/07130081/golkar-harus-ramah-milenial

Terkini Lainnya

Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke