Salin Artikel

PPP Nilai Empat Hal Ini Layak Dimasukkan dalam Revisi UU Ormas

Hal tersebut disampaikan Arsul dalam diskusi yang mengangkat tema "Urgensi Revisi UU Ormas" di kantor Imparsial, di kawasan Tebet Dalam, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017).

Pertama, menurut Arsul, yakni mengenai prosedur pembubaran ormas yang tanpa melalui proses pengadilan. Aturan baru ini memang menuai kontroversi sebelum UU Ormas itu disahkan dan masih berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017.

"Prosedur pembubaran yang tanpa melalui pengadilan ini menurut saya enggak bisa dipertahankan sama sekali," kata Arsul.

PPP punya dua alternatif mengenai hal ini. Pertama, tetap melibatkan pengadilan dalam proses pembubaran ormas. Sedangkan alternatif kedua yang khusus untuk yang alasan anti-Pancasila dan NKRI, melalui prosedur khusus yang juga melalui pengadilan.

Prosedur khusus itu bisa berupa memperpendek jangka waktu pengadilannya kemudian mengenai tingkat pengadilannya.

"Sebab, konsentrasi pemerintah kalau kita kembali ke Undang-Undang Ormas yang lama itu bertele-tele. Itu pikiran PPP diperpendek. Bisa diperpendek waktu, bisa khusus kasus itu langsung saja di MA (Mahkamah Agung), putusan pertama dan terakhir bisa seperti itu," ujar Arsul.

Kedua, PPP menginginkan harus ada pembinaan nyata terhadap ormas yang menyimpang dari ideologi bangsa.

"Jadi pemerintah itu tidak represif langsung membubarkan (ormas), sementara proses pembinaan yang konkret belum kelihatan. Itu juga harus diatur sebagai materi," ujar Arsul.

Contohnya, dalam RKUHP tidak lagi memakai penodaan dan penistaan agama, tetapi sudah dimasukan ke klaster penghinaan. Ancaman hukuman atas penghinaan agama di sini dinilai lebih rendah dibandingkan dengan ancaman pindana dalam UU Ormas.

"Ancaman hukumannya enggak terlalu seram, tapi tetap ada. Kalau Perppu Ormas (UU Ormas) kan seumur hidup, ini (di RKUHP hanya) dua tahun kalau enggak salah," ujar Arsul.

Kemudian, PPP tidak ingin penyimpangan yang dilakukan pimpinan ormas, tetapi sanksinya juga sampai kepada anggota ormasnya.

"Ini yang bikin ramai, ulah pimpinannya, masa anggotanya juga terancam hukum gara-gara dia ikut demo yang dia enggak melanggar hukum. Ya harus pimpinannya saja," kata dia.

Keempat, dalam menyatakan suatu ormas itu anti-Pancasila dan NKRI, tidak boleh hanya pihak pemerintah sendiri. Harus ada keterlibatan pihak lainnya.

"Apakah misalnya ada kasus ini, pemerintah membentuk tim kajian yang melibatkan peran serta masyarakat yang diwakili aktivis atau akademisi sehingga putusan itu sudah bisa digugat ke pengadilan. Tapi juga bukan putusan yang sewenang-sewang," ujar Arsul.

"Itu yang sata kira dalam pikiran kami PPP, empat klaster besar itu yang harus diusung," kata Arsul.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan draf revisi UU Ormas pada awal 2018.

"Rencananya awal tahun kami siapkan konsep dari pemerintah. Nanti akan kami koordinasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM," kata Tjahjo.

(Baca: Kemendagri Targetkan Revisi UU Ormas Selesai Sebelum Pilkada Serentak)

Soal poin apa saja yang perlu untuk direvisi dalam UU tersebut, Tjahjo belum bisa mengungkapkannya.

Semua usulan revisi UU Ormas, baik dari kementerian/lembaga akan disinkronkan dengan usulan lainnya ke DPR.

Tjahjo yakin, saat ini fraksi-fraksi partai politik di DPR pasti sudah menyiapkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) apa saja yang akan direvisi dalam UU Ormas.

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/20/16435981/ppp-nilai-empat-hal-ini-layak-dimasukkan-dalam-revisi-uu-ormas

Terkini Lainnya

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke