Salin Artikel

Jaksa Agung: Tak Ada Lagi Alasan Tunda Eksekusi Yayasan Supersemar

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyambut baik putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi atas ekseksusi aset Yayasan Supersemar. Dengan demikian, kata Prasetyo, Pengadilan Selatan bisa langsung mengeksekusi aset senilai Rp 4,4 triliun itu.

"Tentunya tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda putusan pelaksanaan itu," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Prasetyo mengatakan, selama ini pihaknya terlalu lama menunggu eksekusi aset tersebut. Padahal, putusan pengadilan tersebut dikeluarkan sejak 2015. Namun, berbagai upaya hukum terus dilakukan pihak yayasan dan kejaksaan hingga dua tahun lamanya.

"Semuanya sudah kita lakukan kewajiban kita sebagai pihak yang minta eksekusi sudah kita lakukan, tinggal sekarang Pengadilan Negeri," kata Prasetyo.

Prasetyo berharap eksekusi dilakukan sesegera mungkin. Dalam waktu dekat, pihaknya akan berkomunikasi dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menindaklanjuti putusan kasasi MA.

"Kita akan tanyakan lagi, putusannya kan baru kita dengar turun dari MA," kata dia.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung menerima kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung, diwakili Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.

Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan MA sebesar Rp 4,4 triliun.

Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.

Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.

Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disalurkan kepada sejumlah perusahaan.

Dalam putusan kasasi yang dijatuhkan oleh Harifin A Tumpa, Rehngena Purba, dan Dirwoto, MA menyatakan bahwa tergugat II harus mengembalikan 75 persen dari total dana yang diterima, yaitu 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139 juta.

Angka Rp 139 juta dipermasalahkan oleh Kejagung melalui peninjauan kembali (PK) karena setelah diteliti ternyata hilang tiga angka nol. Angka yang benar adalah Rp 139 miliar.

Pada Agustus 2015, MA mengabulkan PK yang diajukan negara, diwakili kejaksaan. Dengan demikian, Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar AS atau setara Rp 4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun.

Namun, perlawanan kembali dilakukan pihak Yayasan Supersemar. Gugatan pun diajukan ke PN Jakarta Selatan. Kemudian, pada Juni 2016, PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Supersemar terkait jumlah uang yang diterima dalam putusan MA. Pengadilan memutuskan bahwa aset yang patut dieksekusi hanya sekitar Rp 309 miliar hingga Rp 706 miliar.

Tak terima dengan putusan itu, Kejaksaan Agung melayangkan kasasi ke MA pada Juli 2017. Putusan kasasi tersebut keluar pada 19 Oktober 2017 lalu dengan hasil mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung.

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/03/17143261/jaksa-agung-tak-ada-lagi-alasan-tunda-eksekusi-yayasan-supersemar

Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke