Itu antara lain disampaikannya dalam kegiatan kunjungan kerja di Maluku Tengah, Minggu (22/10/2017) kemarin.
Para nelayan Filipina itu bekerja di Ambon dengan menggunakan KTP dari Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara.
Dalam beberapa kesempatan pada 2015 dan 2016, baik di daerah maupun di Jakarta, Menteri Susi mengatakan bahwa cukup banyak nelayan asal Filipina tinggal di Bitung yang memiliki KTP Bitung.
Kementerian sudah menyelidiki kasus tersebut. Nelayan Filipina itu datang ke Bitung untuk mencari ikan di perairan Indonesia.
Siapakah nelayan Filipina di Bitung? Apakah keliru seorang warga negara asing memegang KTP Indonesia (Bitung)?
Pada Agustus hingga September 2005, saya pernah ke Mindanao, bertemu dan bincang-bincang dengan beberapa warga keturunan Sangihe Talaud yang sudah lama menetap di sana.
Waktu itu, Konsul Jenderal RI di Davao, Ikon Mochamad Entjeng, mengatakan bahwa tercatat 7.794 warga Indonesia, yang kebanyakan keturunan Sangihe dan Talaud, bermukim di Mindanao. Masih banyak warga keturunan Sangihe dan Talaud yang tidak tercatat dan sudah lama bermukim di Filipina.
Sebagian besar warga keturunan ini tak memiliki dokumen keimigrasian. Mereka merantau dengan bekal keterampilan seadanya. Tiba di Filipina, mereka bekerja sebagai pemanjat pohon kelapa, buruh gudang, dan nelayan.
Karena tak memiliki dokumen keimigrasian, warga Sangihe dan Talaud ini disebut undocumented citizens. Namun, banyak di antara mereka yang telah kawin-mawin dengan warga Filipina.
Biasanya, bila ada tindakan kriminal, orang Indonesia yang tak memiliki dokumen legal di Filipina ini kerap dijadikan tumbal. Karena itu, untuk membenahi permasalahan tersebut, Konsulat Jenderal Indonesia melakukan program melegalkan kewarganegaraan yang masih ilegal.
Ketika itu, pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri membantu biaya pengurusan dokumen keimigrasian dengan dana sebesar 48.000 dollar AS. Dana ini digunakan bagi WNI yang tidak mampu membayar biaya pengurusan dokumen dan sudah lama menetap di Mindanao.
Selanjutnya, bila warga Indonesia ini sudah memiliki legalisasi, ketrampilannya akan diasah dan ditingkatkan. Konsulat Jenderal juga telah merintis kerja sama dengan Balai Latihan kerja untuk menambah keterampilan mereka.
Bagaimana dengan Kota Bitung? Apakah nelayan yang disebut berasal dari Filipina tersebut adalah keturunan Sangihe dan Talaud yang sudah lama bermukim di sana dan tidak memiliki dokumen keimigrasian?
Ini yang perlu menjadi catatan. Tidak hanya menyebut nelayan Filipina, tapi perlu diketahui asal-usulnya.
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006) sebenarnya memberikan kelonggaran pengurusan dokumen kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) menyebutkan bahwa warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP elektronik.
Selanjutnya, pada ayat (4), orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP elektronik kepada instansi pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku izin tinggal tetap berakhir.
Dengan demikian, sesuai UU ini warga negara asing dapat memiliki KTP elektronik jika prosedur administrasi keimigrasian terpenuhi.
KTP elektronik bagi warga negara asing (WNA) dibatasi izin tinggal, sedangkan bagi warga negara Indonesia (WNI) berlaku seumur hidup. Ini yang membedakan KTP elektronik bagi WNI dan WNA.
Dalam hal pemutakhiran data pemilih, perbedaan KTP elektronik WNI dan WNA ini juga perlu dicermati petugas. Jangan sampai WNA ini masuk dalam daftar pemilih, atau datang ke tempat pemungutan suara dengan menggunakan KTP elektronik. Begitu pula dengan KTP palsu bila digunakan saat hari pemungutan suara.
Yang menjadi persoalan lainnya apabila nelayan dari Filipina ini adalah keturunan Sangihe Talaud yang sudah lama bermukim di sana dan tidak memiliki dokumen keimigrasian. Mereka ini tentunya akan sulit melaporkan peristiwa kependudukan ketika mulai bekerja di Bitung.
Dari sejumlah pemberitaan tentang adanya diaspora nelayan warga negara Filipina di Bitung, belum ada yang menyebutkan bahwa nelayan ini memang benar-benar berasal dari Filipina atau keturunan Sangihe dan Talaud yang sudah lama bermukim di Filipina.
https://nasional.kompas.com/read/2017/10/24/06340081/diaspora-nelayan-filipina-di-bitung