Dan.. kasus hukum itu pun bergulir…
Pemanggilan Polisi terhadap 3 media, KompasTV, Majalah Tempo, dan Inilah.com, mulai dilaksanakan di Polda Metro Jaya atas laporan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Polisi Aris Budiman. KompasTV dipanggil pertama kali. Tempo dan Inilah.com masih menunggu surat panggilan.
Rabu, 11 Oktober 2017, sekitar pukul 10.30 wib, saya memutuskan untuk mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya.
Saya berjalan menuju ke gedung yang letaknya persis di sebelah gedung utama tempat pimpinan tertinggi alias Kapolda Metro Jaya berkantor.
Ini adalah kedatangan saya pertama kali ke Polda Metro Jaya setelah surat panggilan terhadap saya dan Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosianna Silalahi, tiba sekitar 10 hari sebelumnya.
Saya tidak datang pada panggilan pertama karena saya berpendapat, segala sengketa dalam penyelesaian terkait pemberitaan pers diselesaikan melalui Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Namun kali ini saya datang karena polisi tidak kunjung mengubah laporan ini melalui UU Pers.
“Saya datang memenuhi kewajiban saya di mata hukum sebagai warga negara Indonesia. Namun dalam jawaban pemeriksaan, tindak tanduk dan perilaku, seluruhnya akan saya dasarkan pada pelaksanaan Undang Undang Pers yang bersifat khusus,” demikian keterangan saya pada puluhan awak media yang langsung menyergap saya begitu tiba di gedung Ditkrimsus Polda Metro Jaya.
Keterbukaan
Saya tidak sendiri. Saya membawa serta tim program AIMAN KompasTV untuk dilanjutkan menjadi sebuah proses peliputan yang rencananya akan tayang di program AIMAN di KompasTV, Senin, 16 Oktober 2017 pukul 8 malam, hari ini.
Mengapa saya menjadikan pemeriksaan ini sebuah peliputan. Saya mendasari pada seluruh kiprah perjalanan AIMAN selama ini.
Program AIMAN selalu menyajikan keterbukaan dalam setiap topik yang diangkat. Demikian pula kali ini. Saya tetap bertekad agar dunia jurnalistik di Indonesia selalu mendapat tempat di masyarakatnya karena dua hal.
Pertama nurani yang sensitif dan tajam dalam melihat, demi keadilan dan kemanusiaan. Kedua, keterbukaan dalam proses kerjanya.
Peliputan yang berujung laporan
Saya akan bercerita duduk permasalahannya.
Kasus ini adalah kasus yang dilaporkan oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Polisi Aris Budiman. Aris mempersolakan peryataan peneliti ICW Donal Faris yag ditayangkan Kompas TV.
Dalam tayangan itu Farid menyatakan ada tujuh penyidik KPK dan seorang Direktur yang menemui anggota DPR terkait kasus korupsi E-KTP.
Pernyataan Fariz ditayangkan dalam program AIMAN pada episode “Ekslusif, Jejak Saksi Kunci”. Tayangan tersebut mengulas kematian misterius Johanes Marliem, saksi kusi korupsi E-KTP
Pernyataan Fariz bukan pernyatan baru. Informasi yang sama terungkap beberapa hari sebelumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Senin, 14 Agustus 2017, PN Tipikor memutar rekaman suasana pemeriksaan Miryam (salah satu tersangka KPK). Dalam rekaman pemeriksaan itu, jelas terdengar Miryam menyebut ada 7 penyidik dan Pegawai KPK yang menemui anggota DPR.
Lalu salah satu penyidik menanyakan siapa para penyidik itu. Miryam pun menyodorkan sebuah kertas. Kemudian kertas itu dilihat oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan. Melihat kertas itu, Novel berucap, “Ooo.. Pak Direktur.”
Data dari rekaman yang diputar di pengadilan inilah yang menjadi dasar Donal Fariz untuk mengungkapkan kepada saya pada wawancara itu, sesuai dengan apa yang ada di rekaman pengadilan.
Dalam wawancara saya bahkan mendesak Donal Fariz untuk mengungkap siapa yang dimaksud dengan tujuh penyidik KPK, namun Donal bergeming.
Ia hanya mau menyebut fakta-fakta yang terungkap di pengadilan. Ia tak bersedia menyebut satu nama pun, apakah nama penyidik KPK atau nama Direktur KPK.
Kasus ini dilaporkan Brigjen Aris Budiman, Selasa, 5 September 2017. Pelaporan ini persis setelah tayangan di program AIMAN yang lain, yakni wawancara eksklusif Novel Baswedan yang tayang pada Senin, 4 September 2017.
Dalam tayangan ini, Novel menjawab banyak tentang kiprah Aris Budiman di KPK. Jawaban Novel ini saya dapatkan pasca-pernyataan Aris Budiman di DPR.
Di Gedung Parlemen Airs membenarkan pertanyaan salah satu anggota Pansus angket, Junimart Girsang, bahwa ada penyidik yang keras melawan Aris sebagai pimpinan di KPK Penyidik itu bernama Novel Baswedan.
Novel pun menjawab segala tudingan Aris di rapat Pansus Angket KPK kala itu. Soal perlawanannya terhadap Aris, Novel mengatakan ia bertindak bukan tanpa alasan.
Menurut Novel, perlawanan dilakukan semata–mata agar penegakkan hukum kasus korupsi berjalan optimal. Secara lengkap pernyataan Novel dalam wawancara khusus saya bisa dibaca dalam kolom saya sebelumya: Eksklusif, Wawancara Novel soal Aris Budiman
Jawaban Brigjen Aris Budiman
Saya berusaha mendapatkan wawancara dengan Aris Budiman untuk episode “Ekslusif, Wawancara Novel Baswedan” dan episode lain, “Musuh dalam Selimut di KPK?” (tayang 28 Agustus 2017). Namun, Aris selalu menolak untuk diwawancara.
Hingga saat ini Aris belum bersedia diwawancara. Ia mengaku masih ingin menenangkan diri.
“Saya bukan menolak diwawancara oleh Mas Aiman, tetapi untuk sementara saya hendak menenangkan diri dahulu,” kata Aris pada saya dalam sebuah kesempatan. Ia berjanji akan menyediakan waktu untuk wawancara pada suatu hari nanti.
Aris adalah polisi berprestasi. Saat menjadi perwira menengah, ia terlibat dalam penangkapan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin di Cartagena, Kolombia. Saya menghormati keinginan Brigjen Aris yang untuk sementara tidak bersedia diwawancara.
Kemerdekaan Pers
Bagaimanapun di negara yang menganut prinsip demokrasi seperti negeri kita, apapun sengketa pada pemberitaan pers, layak diselesaikan dengan Undang Undang Pers yang bersifat khusus dan mengenyampingkan Undang- Undang yang bersifat umum (KUHP ataupun ITE).
Atas ini berlaku asas dalam hukum “Lex Specialis Derogat Legi Generalis”. Dalam UU Pers, Pasal 15 ayat 2 huruf C, disebutkan; Dewan Pers berfungsi untuk mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Pemberitaan pers, bukan hanya soal perusahaan pers yang menjadi tempat bernanung pada jurnalisnya, tetapi juga para narasumber yang memberikan konteks pada isi pemberitaan pers.
Saya Aiman Witjaksono,
Salam!
https://nasional.kompas.com/read/2017/10/16/10574251/kisruh-kpk-dan-panggilan-polisi-terhadap-3-media