Sirine ini untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat jika Gunung Agung meletus.
Sirine ini dikenal dengan nama iRaditif (iCast Rapid Deployment Notification System) yang merupakan sirine mobile yang dapat dipindahkan dengan kendaraan.
BNPB mendatangkan secara khusus dari Gudang Peralatan BNPB di Sentul, Bogor ke Karangasem, setelah Gunung Agung naik status awas.
(Baca: Kampung Sepi, Ibu Rauh Jualan di Pos Pemantauan Gunung Agung)
"Bunyi sirine ini mampu menjangkau radius 2 kilometer, bahkan dapat lebih jauh jika suara terbawa angin," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/9/2017).
Enam lokasi sirine terdapat di Polsek Selat, Polsek Rendang, Pos Polisi Tianyar, Polsek Kubu, Koramil Kota Karangasem, dan Koramil Abang.
Mekanisme kerjanya manual. Sirine dibunyikan oleh petugas atau operator sirine setelah mendapat perintah dari petugas di Posko Utama Tanah Ampo Karangasem.
Posko terhubung dengan Pos Pengamatan Gunung Agung yang memberikan informasi tentang bahaya letusan.
Petugas posko didukung analisis data lainnya memberikan perintah kepada operator sirine untuk membunyikan sirine.
"Komunikasi dilakukan dengan radio komunikasi (HT) dan handphone," kata Sutopo.
Agar terkoneksikan semua jaringan komunikasi antara operator sirine, posko, dan pos pengamatan Gunung Agung, maka BNPB memasang beberapa repeater dan rig untuk radio komunikasi.
BNPB masih menyiapkan sistem pengendali otomatis untuk membunyikan sirine. Sistem pengendali otomatis ini sudah banyak dipasang pada sirine peringatan dini tsunami.
Kendalanya adalah belum semua lokasi bisa dijangkau radio komunikasi. Selain itu, BNPB telah memasang rambu-rambu peringatan bahaya di 54 titik.
Rambu ini adalah pemberitahuan kepada masyarakat posisinya terhadap radius berbahaya Gunung Agung. Rambu peringatan ini tertulis "Saat ini Anda berada di radius 9 kilometer dari puncak Gunung Agung".
Atau tulisan lainnya yang bertujuan memberikan peringatan dan himbauan kepada masyarakat.
Sosialisasi kepada masyarakat, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat setempat terus dilakukan agar mereka memahami bahaya dari Gunung Agung," ujar Sutopo.
Menurut Sutopo, awan panas memiliki suhu 600 - 800 derajat celcius dengan kecepatan menuruni lereng mencapai 200 - 300 kilometer per jam. Tentu ini berbahaya bagi masyarakat jika berada di dalam radius.
Kendati demikian, Sutopo menghimbau masyarakat untuk tenang. Hingga saat ini secara visual belum tampak tanda-tanda Gunung Agung meletus.
Gubernur Bali telah memerintahkan bagi warga yang berasal dari 27 desa yang berada di dalam radius berbahaya dengan jumlah sekitar 70.000 jiwa harus tetap mengungsi.
Sedang warga sebanyak 73 ribu lebih dari 51 desa yang aman dan berada di luar radius berbahaya boleh pulang ke rumahnya masing-masing.
Kepulangan pengungsi dapat dilakukan secara mandiri atau dibantu pemerintah. Pengungsi hingga Sabtu (30/9/2017) tercatat 143.840 jiwa dari 471 titik pengungsian di 9 kabupaten/kota.
Masyarakat dapat mengakses data aktivitas gunung, pengungsi, pendidikan, dan lainnya ke gunungagungupdate.bnpb.go.id.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/30/16232111/bnpb-pasang-sirine-dan-rambu-peringatan-bahaya-di-sekitar-gunung-agung