Ia mencontohkan, saat KPK menolak memberi izin politisi Hanura Miryam S Haryani untuk memenuhi undangan Pansus Hak Angket KPK.
Saat itu, Miryam berstatus sebagai tahanan KPK.
Arteria menyinggung surat dari KPK kepada DPR. Dalam surat tersebut tertulis “...sesuai permintaan DPR RI maka KPK tidak dapat memenuhi permintaan dimaksud”.
(baca: Tak Dipanggil Yang Terhormat, Politisi PDI-P Protes Pimpinan KPK)
Menurut Arteria, hal itu merupakan bentuk dari pelecehan terhadap parlemen.
“Pimpinan KPK juga harus memahami bagaimana negara ini dijalankan dan dihadirkan. Kita punya etika bernegara dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan apalagi bapak ibu pimpinan lembaga,” ujar Arteria dalam RDP Komisi III DPR bersama Pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Ia juga mempermasalahkan salah satu alasan KPK tak mengizinkan Miryam menghadiri rapat pansus.
(baca: Jaksa KPK Putar Video yang Ungkap Pengakuan Miryam Diintimidasi Anggota DPR)
Alasan tersebut, yakni karena surat permintaan menghadiri Miryam hanya ditandatangani Wakil Ketua DPR RI bukan ketua pansus angket.
Menurut Arteria, posisi Wakil Ketua DPR justru lebih tinggi secara struktural dari ketua pansus.
“Ini lebih tinggi yang merintahkan,” ucap dia.
(baca: Elza Syarief: Miryam Merasa Diadili dan Dianggap Pengkhianat oleh DPR)
Arteria menegaskan, kritik tersebut bukan ingin mencari kesalahan KPK dan melemahkan lembaga antirasuah.
“Kami ingin menguatkan KPK agar lebih beradab lagi dalam berkomunikasi politik. Agar bisa menjalankan fungsi pemerintahan dengan lebih baik,” tutur Anggota Komisi VIII DPR itu.
Adapun pansus hak angket KPK pada Juni lalu menjadwalkan pemanggilan Miryam untuk didengarkan keterangannya dalam forum pansus.
(baca: Dokter Anggap Miryam Berpura-pura Sakit)
Namun, Miryam batal dihadirkan karena KPK tak memberi izin. KPK pun mengirimkan surat resmi kepada pansus.
Miryam ingin dihadirkan untuk mengklarifikasi terkait pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan.
Novel menyampaikan bahwa Miryam mengaku ditekan oleh lima anggota Komisi III DPR saat diperiksa KPK terkait kasus e-KTP.
Kelima nama anggota Komisi III yang disebut Novel menekan Miryam ialah Bambang Soesatyo, Desmond Junaidi Mahesa, Sarifuddin Sudding, Aziz Syamsuddin, dan Masinton Pasaribu.
Di Pengadilan, KPK juga sudah memutar rekaman pemeriksaan Miryam saat memberi pengakuan tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/12/18251591/rapat-komisi-iii-politisi-pdi-p-sebut-pimpinan-kpk-lecehkan-parlemen