Salin Artikel

Olah Rasa Bangsa

Sayangnya, NU yang kita punya kini digerus oleh segelintir kalangan, semacam Saracen. Kita belum punya klub sekelas MU. Bahkan Timnas U-22 baru saja porak-poranda di Malaysia.

NU itu ibarat timnas, jamiyah. Adapun nahdliyinnya, jemaahnya, ya kita: para pendukungnya.

Entah harus berapa kali lagi kita gigit jari, melihat nasib olahraga yang kian menggemaskan. Praktis hanya bulu tangkis yang sanggup bicara di kancah dunia. Kendati torehan medalinya tak sanggup mendogkrak klasemen Indonesia di SEA Games 2017, pada urutan kelima.

Kita menutup kiprah dalam pesta olahraga se-Asia Tenggara tersebut dengan meraih koleksi 38 medali emas, 63 medali perak, dan 90 medali perunggu. Prestasi terburuk kita dalam ajang ini terjadi pada 2009 silam dengan menduduki peringkat ketiga. Ada apa dengan Indonesia?

Negara kepulauan terbesar ini bahkan tak sanggup melewati Singapura dan Vietnam. Tak apalah Malaysia juara, toh mereka tuan rumah. Namun, kalah dari Singapura yang luas negaranya tak jauh beda dengan Jakarta, itu jelas mengundang pertanyaan.

Menilik fakta tersebut, kita bisa menjadikannya sebagai tolok ukur kemajuan negara tercinta.

Bangsa yang kuat, jelas ditopang kesehatan jiwa raganya. Senada dengan salah sebuah lirik lagu kebangsaan yang sering kita kumandangkan, "Bangunlah jiwanya bangunlah badannya."

Lalu kenapa bangsa kita terpuruk di tingkat mancanegara? Salah Presiden kah? Apa salah Menpora?

Jika kita memang mengaku sebangsa, tanah, air, dan udara, tak elok rasanya jika kegagalan kita timpakan pada satu-dua orang saja.

Indonesia ini milik kita, bukan milik Presiden, apalagi Menpora. Kita bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan negeri ini untuk kemudian hari.

Kegagalan kita berkompetisi olahraga tak perlu terlalu disesali. Mungkin inilah pelajaran berarti dari Tuhan untuk kita di Indonesia, ketika Idul Kurban tiba.

Jika selama ini kita sibuk pada urusan sendiri, kali ini Tuhan mengajak kita menanggung rasa bersama.

Kekalahan timnas tentu membekas kecewa. Tak satu-dua orang berkabung karenanya. Para Bonek dan Aremania yang tak henti beradu tegang pun, larut dalam nestapa kala pesepak bola pilihan Luis Milla harus berpuas diri menghaturkan medali perunggu untuk Indonesia.

Sepak bola, sebagaimana juga kebangsaan yang diyakini Ben Anderson sebagai "masyarakat imajinasi," telah sangat berhasil membangun tatanan baru dalam kehidupan manusia modern.

Bahkan, tesis Sindhunata menyatakan bahwa agama baru abad-21 adalah sepak bola. Lengkap dengan para "nabinya" meski tanpa kitab suci.

Tengoklah tayangan pertandingan sepak bola pada level puncak sekelas Piala Dunia. Para pemain dan pendukung dalam liga domestik negara masing-masing, yang semula saling tuding, seketika bersatu-padu bila negara mereka bertanding. Jika menang, mereka bersorak-sorai. Bila kalah, air mata pun tumpah ruah. Ada haru dan pilu dalam drama sepak bola.

Barangkali sebelum SEA Games 2017 dihelat, kita teramat serius mengadu pendapat mengurusi keyakinan orang lain. Naluri kebangsaan kita tenggelam di bawah tudung amarah.

Tanpa sadar, kita diadu domba melalui agama. Lantas melupakan asas utama negara yang lahir dari Pancasila ini.

Islam dengan penganut terbanyak di Indonesia jadi lebih sering muncul ke permukaan konflik. Seolah tak boleh ada pemahaman berbeda di seberang sana. Padahal agama dan keberagamaan itu soal berbeda. Keduanya tak bisa dibenturkan.

Agama itu melulu soal wahyu, doktrin, dan dogma. Keberagamaan sarat rasa. Sudah jelas rasa beragama kita tak mungkin sama. Ada yang gemar sedekah. Ada yang rajin ibadah. Ada juga yang ternyata kesengsem mengkaji huruf Hijaiyah.

Anda takkan tahu rasa rendang Sumatera sebelum mencicipinya. Anda juga tak mungkin bisa menghirup aroma mawar hanya dengan m-a-w-a-r belaka.

Mungkin kita perlu menggali rasa bersama, dan bersama merasa, bahwa bangsa Indonesia tak lahir dari ketidaksengajaan sejarah. Kita adalah pelanjut gagasan besar manusia dari masa lalu yang gemilang.

Kita berutang teramat banyak pada mereka--para pendahulu. Andai memang untuk sebuah kehancuran, mengapalah mereka bersusah payah merdeka?

Ritus kurban dalam Islam mestinya bisa kita jadikan pembelajaran, betapa Nabi Ibrahim as tak henti mengurbankan perasaannya demi sebuah ketundukan pada perintah Tuhan.

Jauh setelah turun perintah menyembelih Ismail as, anaknya, Tuhan pernah memerintahkan Ibrahim menuju tanah tak bertuan dan meninggalkan Siti Hajar bersama Ismail yang masih balita.

Tak ada salahnya kita bertanya pada diri sendiri, apakah laku hanif (lurus) yang dijalankan Bapak Monotheis itu telah kita praktikkan?

Jangan-jangan selama ini kita hanya sibuk membenarkan diri sendiri, namun luput belajar dari kesalahan. Bisa jadi laku beragama kita masih diselimuti dongeng antah berantah.

Manusia itu makhluk perasa. Segala di sekitarnya dirasakan sampai ke bagian diri yang terdalam. Agama menyediakan ruang untuk merasa itu sebagai bagian utama.

Kian dalam kita menyelami agama, semakin tenggelamlah kita dalam kemenyeluruhan hidup dan merayakannya. Itulah kenapa Tuhan mengajari kita ritus kurban, sekaligus mengajak umat manusia agar senantiasa rela berkurban demi kehidupan.

Lalu kenapa kita masih beragama jika hanya menerbitkan pertikaian?

Tenjolaya, 1 September 1438 H

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/01/15043691/olah-rasa-bangsa

Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke