Daftar tersebut dapat dilihat dan terpublikasi di laman resmi ppatk.go.id, pada bagian Lampiran Daftar Proliferasi.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pemblokiran aset DPPSPM ini merupakan peraturan bersama Kepala PPATK, Menteri Luar Negeri, Kapolri, serta Kepala Bapeten dalam menaati Resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Pemblokiran ini istilahnya executive order, artinya pihak eksekutif yang melaksanakan," kata Kiagus, di Jakarta, Kamis (10/8/2017).
Prosedur pemblokiran atau pembekuan aset dimulai dari DK PBB mengeluarkan resolusi yang di dalamnya terdapat nama-nama orang atau entitas yang diduga terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah massal.
Baca: PPATK Blokir Aset Penyandang Dana Pengembangan Senjata Pemusnah Massal
Kemudian, Perwakilan Tetap RI di PBB melaporkan ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Selanjutnya, Kemenlu akan meminta PPATK untuk menindaklanjuti dan melakukan proses pembekuan.
"Kepala PPATK akan mengirimkan surat kepada Kapolri, Kepala Bapeten, Kepala BIN untuk mendapatkan rekomendasi," kata mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan itu.
Setelah rekomendasi keluar, maka Kepala PPATK akan menetapkan individu atau entitas yang diduga terlibat dalam pengembangan senjata pemusnah massal, dan mengirimkannya ke Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP).
"Kalau pihak bank (entitas yang diduga), kami teruskan ke Otoritas Jasa Keuangan," kata Kiagus.
Sementara itu, ketika ditanya jumlah aset yang sudah diblokir, Kiagus mengatakan, saat ini belum satupun entitas atau individu dalam DPPSPM yang dieksekusi.
"Mungkin sebentar lagi mau dilakukan," ujar Kiagus.
Adapun, peraturan bersama tentang pemblokiran aset milik entitas atau individu dalam DPPSPM baru keluar pada 31 Mei 2017.
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/10/16204291/seperti-apa-prosedur-ppatk-blokir-aset-terkait-pengembangan-senjata-pemusnah