Hary merupakan tersangka dalam kasus dugaan mengancam Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui media elektronik.
"Ya jalan, kenapa tidak?" kata Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (8/8/2017).
Prasetyo menyinggung anggapan penanganan kasus Hary bersifat politis dan sebagainya. Namun, dia menyatakan anggapan tersebut tidak benar.
"Kalau misalnya berhenti tiba-tiba seperti itu nanti justru orang akan semakin yakin dan menyatakan terbukti, bahwa hukum itu menjadi alat," ujar Prasetyo.
(baca: Hary Tanoe Dukung Jokowi, Fadli Zon Sebut Hukum Dipakai Menekan Parpol)
Saat ini, berkas perkara kasus Ketua Umum Perindo itu masih berada di kepolisian.
Ia menyatakan, jaksa penuntut umum sudah memberi petunjuk untuk polisi ketika meneliti berkas yang diterima dari penyidik Polri.
"Dan tentunya sekarang menjadi tanggungjawab Polri untuk memenuhi petunjuk yang disampaikan oleh jaksa kita. Kita masih menunggu," ujar Prasetyo.
(baca: Tak Usung Hary Tanoe, Perindo Siap Majukan Jokowi sebagai Capres)
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rachmat dalam kesempatan yang sama mengatakan hal senada.
"Jaksa memberi petunjuk kepada penyidik tapi oleh penyidik belum balik-balik, itu aja tunggu perkembangan itu," ujar Noor.
Soal adanya anggapan bahwa kasus ini akan terpengaruh manuver Partai Perindo yang mendukung Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019, Noor menyatakan, Kejaksaan murni akan melihat kasus hukumnya.
"Kami sebagai jaksa penuntun umum akan melihat pure masalah hukumnya. Kalau polisi mengirim ke kami, akam kami pelajari lagi memenuhi syarat atau tidak. Kalau belum, kita balikan lagi. (Tapi) kalau sudah, kita P-21 (lengkap). Itu saja, tinggal lihat hasil penyidikan tambahan oleh polisi," ujar Noor.
(baca: Ini Pertimbangan Hakim Tolak Praperadilan Hary Tanoe)
Hary dikenakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menolak gugatan praperadilan yang diajukan Hary Tanoe.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan, pihak kepolisian telah memiliki dua alat bukti yang sah untuk menetapkan Hary sebagai tersangka.
Menurut hakim, berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Polri, prosedur penyelidikan dan penyidikan dalam kasus Hary telah sesuai ketentuan dalam KUHAP dan Peraturan Kapolri.
Dalam kasus ini, Yulianto tiga kali menerima pesan singkat dari Hary Tanoe pada 5, 7, dan 9 Januari 2016.
Isinya yaitu, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Namun, Hary membantah mengancam Yulianto. Menurut Hary, kalimat yang dia tulis kepada Yulianto merupakan penuturan umum tanpa bermaksud mengancam.
"Saya juga tidak punya kapasitas karena saya tidak mempunyai kekuasaan dan juga tidak dalam kapasitas bisa ancam-mengancam," ujar Hary usai diperiksa di kantor Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2017).
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/08/12511981/jaksa-agung-pastikan-kasus-hary-tanoe-akan-tuntas