RUU Pemilu disahkan dalam rapat paripurna DPR RI yang berlangsung hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.
Menurut Yasonna, jika ada yang tidak setuju mengenai konstitusionalitas pengesahan UU Pemilu, maka dapat mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Soal UU Pemilu, silakan mekanismenya ada. Kalau mau gugat ke MK silakan, itu mekanisme dan hak setiap orang," ujar Yasonna, saat ditemui di Gedung Kemenkumham Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK
Meski demikian, politisi PDI Perjuangan ini, mengatakan, pengesahan RUU Pemilu telah disetujui oleh pemerintah dan DPR.
"Bahwa ada yang walk out, ya itu sah-sah saja," kata Yasonna.
Diwarnai aksi "walk out"
Pengesahan RUU Pemilu diwarnai aksi walk out oleh empat fraksi yaitu Fraksi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Empat fraksi ini memilih meninggalkan "gelanggang" karena tak sepakat dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional.
Baca: Mereka yang Sudah Bersiap Gugat UU Pemilu ke MK...
Alasannya, seharusnya tak ada ketentuan soal presidential threshold karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada 2019 dilaksanakan secara serentak.
Dengan demikian, hasil Pemilu Legislatif 2014 tak lagi relevan digunakan untuk Pilpres 2019.
Pengesahan RUU Pemilu dengan ketentuan presidential threshold di dalamnya, membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil bersiap melayangkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/12335721/menkumham--silakan-kalau-ada-yang-mau-gugat-uu-pemilu-ke-mk-