JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan bahwa demokrasi membutuhkan biaya yang besar. Hal itu diungkapkannya terkait rencana pemerintah menaikkan dana bantuan partai politik dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 per suara.
Menurut Fadli, rencana tersebut disoroti karena ada kecenderungan masyarakat skeptis terhadap partai politik dan oknum-oknum kader parpol yang banyak tersangkut kasus korupsi.
"Saya lihat ada kecenderungan orang itu melihat ini alergi karena mungkin kasus-kasus. Tapi kalau kita lihat secara keseluruhan, demokrasi butuh biaya," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Bendahara umum partailah yang menurut Fadli bisa berperan secara rutin melaporkan penggunaan anggaran tersebut.
Hal itu sudah berjalan saat ini bersamaan dengan dilakukannya audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan akuntan independen. Nantinya, jika masih ada parpol yang kedapatan melakukan praktik korupsi maka bisa dijatuhi sanksi.
Fadli mengusulkan salah satu sanksi yang masuk akal bisa berupa pembekuan dana parpol.
"Kalau dia (partai) tidak memberikan laporan dengan akurat, sesuai dengan aturan yang berlaku, dia tidak bisa mendapatkan dana itu pada periode berikutnya," ucap Wakil Ketua DPR RI itu.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan, dana bantuan untuk partai politik tidak mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir.
Pada tahun ini, soal peningkatan dana parpol ini akan dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017.
"Sudah 10 tahun dana bantuan parpol tidak naik, jadi diusahakan untuk naik dan dibahas di RAPBN 2017," kata Tjahjo, di Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2017).
Tjahjo mengatakan, nantinya dana yang diberikan tetap sesuai dengan perolehan suara yang diraih. Adapun yang sudah mendapat persetujuan Kementerian Keuangan, yakni sebesar Rp 1.000 per suara.
(Baca: Dana Bantuan Partai Politik Berpotensi Naik Tahun Depan)