Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang Lebih Berbahaya dari "Proxy War"...

Kompas.com - 14/06/2017, 08:03 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat intelijen Stepi Anriani mengatakan, proxy war memang berbahaya, sebab tidak dilakukan secara langsung oleh negara yang terlibat di dalamnya.

"Kita belakangan didengung-dengungkan dengan istilah proxy war, setelah Panglima TNI dalam berbagai pidato menyebut proxy war. Apa itu proxy war, (adalah) peperangan dengan menggunakan pihak ketiga," kata Stepi dalam diskusi "Pancasila, Terorisme, dan Proxy War" di Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Stepi mengatakan, peperangan jenis ini bukan hanya dimainkan oleh aktor negara (state actor), melainkan juga non-state actor. Aktornya bisa lembaga internasional, lembaga bantuan, non government organization, hingga institusi pers.

Lebih lanjut Stepi mengatakan, di samping proxy war, ada bentuk peperangan lain yang dikenal dengan istilah asymmetric warfare dan cyber warfare.

Peperangan asimetris atau (asymmetric warfare) merupakan pertempuran dua pihak atau lebih untuk menguasai aset dan sumber daya, yang juga dilakukan dengan penguasaan nonmiliter atau cara lazim perang dilakukan.

Sedangkan cyber warfare merupakan peperangan yang dilakukan untuk menguasai potensi aset di dunia maya.

Menurut Stepi, jka tiga bentuk peperangan itu dilakukan bersamaan (proxy war, asymmetric warfare, cyber warfare), maka akan menjadi peperangan yang mengerikan.

 

"Jika ketiga elemen perang ini bersatu, maka itulah yang disebut hybrid warfare. Inilah peperangan yang lebih mematikan abad ini," kata Stepi.

(Baca juga: "Proxy War" Dinilai Ancaman Terbaru Indonesia pada Masa Depan)

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pernah menyatakan, saat ini proxy war mengancam Indonesia. Sehingga semua pihak harus bersatu dalam mencegah dan melawannya.

Dia mengatakan, dalam proxy war tidak bisa dilihat siapa lawan dan kawan, tetapi perang tersebut dikendalikan oleh negara lain. Ia menjelaskan, perang tanpa bentuk tersebut sudah terbukti, dengan kasus lepasnya Timor Timur dari NKRI.

Timor Timur diperebutkan oleh negara lain, karena di sana ada kekayaan SDA berupa greater sunrise yang letaknya antara Indonesia dan Timor-Timur.

Menurut dia, ada beberapa cara dalam mengatasinya, yakni modal NKRI yang mempunyai geografi daratan dan lautan yang kaya akan SDA agar dikelola dengan baik dan bermanfaat.

"Kemudian kita punya demografi, yakni kearifan lokal, yang juga harus dibarengi dengan revolusi mental, Pancasila sebagai pedoman hidup, serta dibutuhkan peran civitas dan akademika, serta mahasiswa dalam mencegahnya perang tanpa bentuk tersebut," kata Gatot.

(Baca:Panglima TNI: "Proxy War" Mengancam Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com