Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra: Jangan Jadikan WTP Bahan Pencitraan Pemerintah

Kompas.com - 23/05/2017, 14:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta pemerintah tidak perlu membesar-besarkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan.

"FITRA menilai, predikat WTP tidak menjamin pemerintahan bersih dalam tata kelola anggaran," kata Apung Widadi, Deputi Sekjen Fitra, kepada Kompas.com, Selasa (23/5/2017).

Apung mengatakan, selama ini banyak kasus Kepala Daerah korupsi yang ditangani KPK.

Padahal, daerah itu mendapatkan peringkat WTP dari BPK. Jadi, Apung meminta Pemerintah jangan bangga dulu dengan predikat WTP.

"Tidak perlu di viralkan seperti kata bu Menkeu, rekor 12 tahun. Karena selain masih ada 7 catatan BPK, salah satu Kementrian Kelautan dan Perikanan Justru memperoleh status disklaimer atau tidak layak diaudit karena ada permasalahan", lanjut Apung.

Apung menyarankan agar pemerintah lebih jeli dan teliti, terutama dalam pengelolaan aset, belanja infrastruktur dan tata kelola BUMN.

Sebab, banyak kasus korupsi BUMN akhir-akhir ini. Padahal Penanaman Modal Negara (PMN) ke BUMN cukup besar, yakni Rp 144 Triliun selama era Jokowi.

"Jangan jadikan WTP ini jadi bahan pencitraan pemerintah" ucap Apung.

Presiden Joko Widodo merasa bersyukur setelah 12 tahun, untuk pertama kalinya pemerintah pusat mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan.

(Baca: Setelah 12 Tahun, Pemerintah Pusat Akhirnya Peroleh Nilai WTP dari BPK)

Hal ini disampaikan Jokowi saat penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Kueangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2016, di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/5/2017).

"Ini adalah sebuah kerja keras kita selama ini, kementerian, oleh semua lembaga, dalam penggunaan uang rakyat, pengguna APBN," kata Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi mengingatkan masih ada kementerian dan lembaga yang mendapatkan status disclaimer dan wajar dengan pengecualian dari BPK.

Kementerian dan Lembaga yang mendapat status disclaimer atau tidak bisa diberi opini yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Badan Keamanan Laut dan Badan Ekonomi Kreatif.

(Baca: Jokowi Tegur Kementerian/Lembaga yang Dapat Opini Disclaimer dan WDP)

Sementara Kementerian/Lembaga yang mendapat wajar dengan pengecualian yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Selain itu, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Lembaga Penyiaran Republik Indonesia.

Jokowi menargetkan semua kementerian/lembaga mendapatkan status WTP pada tahun depan.

Kompas TV Selain WTP, Pemerintah Raih Predikat Layak Investasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com