Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kasus Ahok Tidak Bisa Dilepaskan dari Kontestasi Politik Pilkada

Kompas.com - 13/05/2017, 14:45 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun berpendapat masyarakat harus lebih rasional dalam melihat kasus penodaan agama dengan terpidana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Menurut Ubedilah, perkara Ahok tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur rendahnya toleransi antar-kelompok masyarakat di Jakarta, melainkan sebuah akibat dari adanya kontestasi politik antar elite.

"Persoalannya yang berperkara itu seorang gubernur, maka memungkinkan adanya tafsir politik. Kemudian munculah dramaturgi," ujar Ubedilah dalam sebuah diskusi 'Dramaturgi Ahok' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).

"Publik harus merespon persoalan ini secara rasional," tambahnya.

Polemik kasus Ahok, lanjut Ubedilah, tidak bisa dilepaskan dari adanya pertarungan politik dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 di DKI. Isu SARA atau toleransi secara jelas digunakan oleh elite politik untuk kepentingan kekuasaan dan memperkeruh suasana selama Pilkada.

(Baca: PDI-P Pertimbangkan Uji Materi Pasal yang Jerat Ahok)

Isu SARA yang muncul tersebut memberikan efek sosial berupa kontestasi ideologi yang ekstrem di masyarakat.

"Isu intoleransi karena adanya konstruksi di lapisan elite. Kenapa mereka mengkonstruksi itu, karena adanya kepentingan kekuasaan. Elit kekuasan atau elite yang mengikuti dalam kontestasi politik keliru dalam menggunakan kontestasi politik," tutur Ubedilah.

Efek sosial itu, lanjut dia, diperparah dengan adanya pengerahan massa sebelum dan sesudah putusan pengadilan kasus Ahok dijatuhkan.

(Baca: Kuasa Hukum Ahok: Putusan Hakim untuk Menahan Ahok Tidak Lazim)

Menurut Ubedilah, gerakan massa tersebut tidak muncul secara natural, tapi karena ada provokasi yang didasari kepentingan politik.

"Sebelum Pilkada, warga Jakarta aman damai, tidak ada kontestasi ideologi yang ekstrem. Ini dampak dari pilkada langsung," ucapnya.

Kompas TV Diduga Provokator, Belasan Pendukung Ahok Ditangkap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com