Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika Proses Demokrasi di Jakarta 'Di-Copy' Daerah Lain, Selesai Indonesia..."

Kompas.com - 03/05/2017, 21:25 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior bidang perkembangan politik nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sri Yanuarti mendesak penyelenggara pemilihan umum untuk memperbaiki regulasi dalam proses demokrasi, agar proses yang terjadi di DKI Jakarta tidak terulang di daerah-daerah lainnya.

Menurut Sri, Pilkada DKI Jakarta adalah Pilkada yang tidak sehat di antaranya karena adanya kapitalisasi isu-isu agama dan politisasi politik identitas. Sri mengatakan, pada 2018 nanti akan ada 154 daerah yang melangsungkan pilkada serentak.

Dia berharap, proses yang terjadi di DKI Jakarta bisa menjadi bahan pembelajaran, agar problem yang muncul di ibu kota, tak terulang di wilayah lain.

"Karena menurut saya, kalau ini tidak ditangani secara baik, maka proses demokrasi seperti ini akan berulang. Dan berulangnya bisa serentak. Akan ada 154 daerah akan copying model itu, selesai kita sebagai bangsa," kata Sri di Jakarta, Rabu (3/5/2017).

(Baca: Penggunaan Politik Identitas Diprediksi Menguat hingga Pemilu 2019)

Sri mencermati salah satu bentuk kapitalisasi isu-isu agama terlihat dari masuknya materi-materi kampanye di rumah-rumah ibadah. Ia pun mengusulkan agar ada satu mekanisme komplain yang dibangun dan menjadi bagian dari aturan main para kandidat.

"Jadi harus ada regulasi baru. Mekanisme komplain dibuka. Entah nantinya Menag atau penyelenggara pemilu yang mengatakan, silakan siapapun boleh lapor jika ada masjid yang digunakan untuk kampanye," kata Sri.

Laporan tersebut nantinya bisa digunakan oleh pihak kepolisian, aparat keamanan, atau penyelenggara pemilu untuk melakukan penindakan. Sri mengusulkan, yang ditindak bukanlah si penyebar materi kampanye, namun kandidat atau calon peserta pemilu.

Selain itu, Sri juga meminta ada aturan main terkait mobilisasi massa. Menurut Sri, agak susah dimungkiri, mobilisasi massa yang dilakukan mendekati hari pemungutan suara tidak ditujukan untuk memberikan tekanan atau intimidasi.

(Baca: Politik Identitas Mengubur Rasionalitas Pemilih)

"Kalau mau demo atau aksi-aksi ya silakan setelah pemilihan umum," kata Sri.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi bahwa aksi menyampaikan pendapat merupakan hak asasi manusia (HAM), Sri menegaskan HAM itu sendiri ada batasannya, dan yang paling penting tidak mengganggu kepentingan yang lebih besar.

"Anda berhak melakukan apapun, menyebarkan agama Anda. Tetapi kalau kemudian itu merusak, enggak bisa. Melakukan kebebasan berpendapat, berpekspresi itu kan juga ada aturannya. Anda tidak boleh menyebarkan kebencian," kata Sri.

Kompas TV Presiden Joko Widodo sempat menyinggung permasalahan SARA dalam peringatan Konferensi Asia Afrika 2017 di Istana Negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com