JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) di DPR belum menyasar materi-materi yang substantif.
Padahal, RUU itu ditargetkan selesai pada April 2017.
Menurut Donal, banyak hal krusial yang terlewat dalam proses pembahasan RUU Pemilu.
Salah satunya soal pengaturan, pengawasan, dan penindakan politik uang serta pelaporan dana kampanye.
Sementara, yang mencuat ke permukaan justru materi yang dinilai tidak substantif, seperti penambahan kursi di DPR dan kunjungan kerja ke luar negeri.
"Kalau dilihat ada materi yang penting tapi terlewat, misal soal politik uang. Selain itu biasanya parpol juga menghindari pembahasan soal pelaporan dana kampanye dan penindakan politik uang," ujar Donal, pada diskusi 'Merespon Pembahasan RUU Pemilu: Mewujudkan RUU Pemilu yang Adil dan Proporsional' di kantor Washid Institute, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Donal juga mengkritik rencana kunjungan kerja Panitia Khusus RUU Pemilu ke Jerman dan Meksiko.
Menurut dia, kunjungan kerja ke luar negeri itu telah melecehkan akal sehat jika melihat sisa waktu yang semakin sedikit untuk membahas RUU Pemilu.
Ia menilai, kunjungan kerja tersebut tidak perlu dilakukan.
"Studi banding ke Jerman dan Meksiko tentu melecehkan akal sehat. Melihat waktunya yang semakin sedikit. Selain itu seluruh literatur sudah tersaji. Organisasi masyarakat sipil sudah punya banyak sekali kajian mengenai RUU Pemilu," ujar Donal.
Donal juga menyoroti wacana penambahan jumlah kursi di DPR.
Ia berpendapat, wacana tersebut tidak relevan jika dikaitkan dengan proporsionalitas keterwakilan daerah yang jumlah penduduknya semakin bertambah.
Menurut dia, langkah paling tepat sebagai solusi masalah keterwakilan adalah pergeseran jumlah kursi dari daerah yang dianggap perwakilannya berlebih.
Selain itu, Donal menilai, tidak ada korelasi antara peningkatan jumlah anggota DPR dengan kualitas legislasi yang dihasilkan dan pengetatan pengawasan.
Sejak Pemilu 1955 hinga pemilu 2014, jumlah kursi di DPR semakin bertambah.
"Tidak ada korelasi peningkatan jumlah kursi di DPR dengan kualitas legislasi dan pengawasan. Kualitas legislasi semakin menurun, makin banyak UU yang rontok saat diuji di MK. Pengawasan juga hanya menjadi agregasi kepentingan politik saat ini," ujar Donal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.