Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seleksi Transparan Bukan Jaminan Hasilkan Hakim MK yang Bersih

Kompas.com - 08/02/2017, 14:51 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Saldi Isra menilai proses seleksi yang transparan tak menjadi jaminan akan menghasilkan hakim Mahkamah Konstitusi yang bersih.

Saldi mengatakan, rekrutmen hakim MK periode pertama (2003-2008) juga dilakukan secara tidak transparan. Saat itu, hanya tiga hakim yang dipilih DPR diseleksi secara terbuka.

Sementara tiga hakim yang diusulkan pemerintah dan tiga hakim yang diusulkan oleh Mahkamah Agung tidak jelas proses seleksinya. Namun, seluruh hakim MK di periode pertama berhasil menyelesaikan tugas mereka tanpa terjerat oleh kasus hukum.

"Pada akhirnya hakim MK di periode pertama tidak ada yang mengatakan mereka tidak negarawan," kata Saldi dalam diskusi di Jakarta, Rabu (8/2/2017).

(Baca: Menkumham: Mundurnya Patrialis Percepat Proses Seleksi Hakim MK)

Bahkan, lanjut Saldi, hakim MK periode pertama yang dipimpin Jimly Asshiddiqie tidak hanya bersih dari korupsi. Putusan-putusan yang dibuat juga jauh lebih berkualitas apabila dibandingkan dengan putusan yang dibuat MK saat ini.

"Kalau baca putusan MK periode pertama itu seperti baca disertasi," kata Saldi.

Saldi mengaku setuju apabila proses rekrutmen hakim diperbaiki. Namun ia menilai, kuncinya adalah pada sosok hakim MK yang dipilih. Butuh sosok negarawan yang siap mengabdi kepada negara. Dengan begitu, kasus hukum yang menjerat Hakim MK diharapkan tidak kembali terulang.

"Sosok yang ditunjuk sebagai hakim harus melihat hal itu bukan profesi, tapi sebuah kepercayaan," kata dia.

(Baca: Seleksi Hakim MK Pengganti Patrialis Libatkan KPK dan PPATK)

Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim MK Patrialis Akbar. Patrialis ditangkap setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi. Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015 terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Sementara pada 2013 lalu, Ketua MK saat itu Akil Mochtar juga ditangkap KPK. Akil ditangkap karena menerima suap perkara perselisihan hasil pemilihan umum.

Kompas TV Resmi Ditahan KPK, Patrialis Undur Diri dari MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com